17

image

Kucing, Tikus, Dan Anjing

PIKIRAN Harry mendadak kosong saking shock-nya. Mereka bertiga berdiri, terpaku ketakutan di bawah Jubah Gaib. Sisa-sisa terakhir cahaya matahari yang terbenam kemerahan menimpa halaman berumput yang sudah mulai remang-remang. Kemudian di belakang mereka, mereka mendengar lolongan liar.

”Hagrid,” Harry bergumam. Tanpa memikirkan apa yang dilakukannya, Harry berbalik, tetapi Ron dan Hermione menyambar lengannya.

”Tidak boleh,” kata Ron, yang pucat pasi. ”Akan makin menyulitkannya kalau mereka tahu kita tadi menengoknya…”

Napas Hermione pendek-pendek dan tak teratur.

”Bagaimana—mungkin—mereka—begitu tega?” katanya terisak. ”Bagaimana mungkin?”

”Ayo, kita terus,” ajak Ron, yang giginya bergemeletuk.

Mereka meneruskan berjalan menuju kastil, perlahan agar tetap tersembunyi di bawah Jubah Gaib. Cahaya sore memudar dengan cepat sekarang. Saat mereka tiba di halaman terbuka, kegelapan telah menyelimuti mereka.

”Scabbers, diam dong,” desis Ron, menekankan tangan ke dadanya. Tikusnya meronta-ronta liar sekali. Ron mendadak berhenti, berusaha menjejalkan Scabbers lebih dalam ke dalam sakunya. ”Kenapa sih kau, tikus tolol? Diam—OUCH! Dia menggigitku!”

”Ron, diam!” bisik Hermione tegang. ”Fudge bisa tiba di sini sebentar lagi…”

”Dia tak—mau—diam…”

Scabbers tampaknya sangat ketakutan. Dia meronta sekuat tenaga, mencoba melepaskan diri dari pegangan Ron.

Kenapa sih dia?”

Tetapi Harry baru saja melihat—mengendap-endap ke arah mereka, tubuhnya merapat ke tanah, mata kuningnya berkilau mengerikan dalam kegelapan—Crookshanks. Apakah kucing itu bisa melihat mereka, atau hanya mengikuti cicitan Scabbers, Harry tak tahu.

”Crookshanks!” Hermione mendesah. ”Jangan, pergi sana, Crookshanks! Pergi!”

Tetapi kucing itu semakin dekat…

”Scabbers—JANGAN!”

Terlambat—tikus itu berhasil meloloskan diri dari cengkeraman jari-jari Ron, jatuh ke tanah, dan kabur. Crookshanks melompat mengejarnya, dan sebelum Harry atau Hermione bisa mencegahnya, Ron sudah keluar dari Jubah Gaib dan berlari ke dalam kegelapan.

”Ron!” ratap Hermione.

Dia dan Harry saling pandang, kemudian berlari mengejar Ron. Sulit berlari cepat di bawah Jubah Gaib, maka mereka menurunkannya dan jubah itu berkibar di belakang mereka seperti bendera. Mereka bisa mendengar derap kaki Ron di depan, dan teriakan-teriakannya mengusir Crookshanks.

”Minggir—jauh-jauh dari dia—Scabbers, sini…

Terdengar bunyi debam.

Kena! Minggir, kucing bau…”

Harry dan Hermione nyaris jatuh menabrak Ron. Mereka berhenti tepat di depannya. Dia tertelungkup di tanah, tetapi Scabbers sudah berada di sakunya lagi, kedua tangannya memegangi gundukan yang gemetar itu.

”Ron—ayo—kembali ke bawah jubah…” Hermione tersengal. ”Dumbledore—Pak Menteri—mereka sebentar lagi tiba di sini…”

Tetapi sebelum mereka bisa menutupi tubuh mereka lagi, sebelum mereka bahkan bisa menarik napas, mereka mendengar entakan kaki besar binatang. Ada yang berlari mendekati mereka dari dalam kegelapan—anjing besar hitam pekat, bermata pucat.

Harry menjangkau tongkatnya, tetapi terlambat—si anjing melompat tinggi dan kaki depannya menghantam dada Harry. Harry jatuh terjengkang ditimpa gundukan bulu. Dia bisa merasakan napasnya yang panas, melihat gigi-giginya yang sepanjang dua setengah senti…

Tetapi dorongan kekuatan lompatannya membuat si anjing terguling dari tubuhnya. Dengan perasaan melayang, seakan rusuknya patah, Harry berusaha bangun. Dia bisa mendengar si anjing menggeram ketika dia berputar, siap menyerang lagi.

Ron sudah berdiri. Ketika anjing itu melompat lagi ke arah mereka, dia mendorong Harry minggir, sehingga moncong si anjing malah mencaplok lengan Ron yang terjulur. Harry menerjangnya dan berhasil mencabut segenggam bulunya, tetapi anjing itu menyeret Ron dengan mudah seakan Ron cuma boneka kain saja….

Kemudian, entah dari mana datangnya, ada yang memukul muka Harry keras sekali dan dia jatuh lagi. Didengarnya Hermione menjerit kesakitan dan terjatuh juga. Harry meraba-raba mencari tongkatnya, mengejap-ngejap mengeluarkan darah dari matanya…

”Lumos!” bisiknya.

Cahaya-tongkat memperlihatkan batang pohon besar. Rupanya mereka telah mengejar Scabbers sampai ke dekat Dedalu Perkasa, dan dahan-dahan pohon itu berderak-derak seakan kena tiupan angin kencang, menghantam ke sana kemari, mencegah mereka agar tidak datang semakin dekat.

Dan, di pangkal batang pohon itu, tampak si anjing, menyeret Ron ke dalam lubang besar di antara akar-akarnya—Ron memberontak sekuat tenaga, tetapi kepala dan dadanya terseret menghilang dari pandangan…

”Ron!” Harry berteriak, berusaha mengikuti, tetapi ada dahan besar memukulnya kuat-kuat dan dia terlempar ke belakang lagi.

Yang bisa mereka lihat sekarang hanyalah satu kaki Ron, yang dikaitkannya di akar pohon dalam usahanya menghentikan si anjing menariknya lebih jauh ke dalam tanah. Kemudian terdengar derak mengerikan seperti letusan senapan; kaki Ron patah, dan detik berikutnya, kakinya pun telah menghilang dari pandangan.

”Harry—kita harus cari bantuan…”

”Tidak! Anjing itu cukup besar untuk memakannya. Kita tak punya waktu…”

”Kita tak mungkin bisa masuk tanpa bantuan…”

Ada dahan lain yang menyapu ke bawah menghantam mereka, ranting-rantingnya mengepal seperti buku-buku jari.

”Kalau anjing itu bisa masuk, kita juga bisa,” kata Harry tersengal, melesat ke sana kemari, berusaha mencari terobosan di antara dahan-dahan yang memukul-mukul galak, tetapi dia tak bisa mendekat sesenti pun ke akar pohon itu tanpa melewati batas-pukul dahan-dahannya.

”Oh, tolong, tolong,” Hermione berbisik panik, melonjak-lonjak bingung di tempatnya berdiri, ”tolonglah…”

Crookshanks melesat ke depan. Dia menyelinap di antara dahan-dahan yang menyerangnya seperti ular dan meletakkan kaki depannya pada tonjolan di dahan.

Mendadak, seakan berubah jadi marmer, pohon itu berhenti bergerak. Tak sehelai daun pun bergoyang atau bergetar.

”Crookshanks!” Hermione berbisik bingung. Sekarang dia mencengkeram lengan Harry keras sekali, sampai sakit. ”Bagaimana dia bisa tahu…?”

”Dia berteman dengan anjing itu,” kata Harry muram. ”Aku pernah melihat mereka bersama-sama. Ayolah—dan keluarkan tongkatmu…”

Dalam sekejap mereka sudah tiba di pohon, tetapi sebelum mereka mencapai lubang di antara akarnya, Crookshanks telah meluncur masuk seraya mengentakkan ekor sikat-botolnya. Harry menyusulnya, dia merangkak maju, dengan kepala lebih dulu, dan meluncur menuruni tebing tanah landai ke dasar terowongan yang sangat rendah. Crookshanks sudah agak jauh di depan, matanya berkilau terkena cahaya dari tongkat Harry. Sesaat kemudian, Hermione meluncur turun di sebelahnya.

”Di mana Ron?” dia berbisik ketakutan.

”Ke arah sini,” kata Harry, membungkuk rendah, mengikuti Crookshanks.

”Di mana terowongan ini berakhir?” tanya Hermione terengah di belakangnya.

”Aku tak tahu… ada gambarnya sih di Peta Perampok, tetapi Fred dan George bilang tak ada yang pernah masuk ke dalamnya. Gambarnya sampai ke tepi peta, tapi kelihatannya berakhir di Hogsmeade…”

Mereka bergerak secepat mereka bisa, membungkuk sampai tubuh keduanya nyaris terlipat dua. Di depan mereka, ekor Crookshanks naik-turun hilang-hilang timbul. Terowongan itu panjang, paling tidak rasanya sepanjang terowongan yang menuju Honeydukes. Yang bisa dipikirkan Harry hanyalah Ron dan apa yang mungkin sedang dilakukan anjing raksasa itu kepadanya… Harry tersengal, dadanya terasa sakit saat dia menarik napas, berlari sambil membungkuk…

Dan kemudian terowongan itu mulai menanjak, sesaat kemudian berbelok, dan Crookshanks lenyap. Sebagai gantinya Harry bisa melihat sepetak cahaya dari lubang kecil.

Harry dan Hermione berhenti, tersengal kehabisan napas, merayap maju. Keduanya mengangkat tongkat untuk melihat apa yang ada di depan mereka.

Rupanya ruangan. Ruangan yang sangat berantakan dan berdebu. Kertas dindingnya mengelupas, lantainya penuh bercak noda, semua perabotnya hancur, seakan ada yang memukulinya. Semua jendelanya ditutup papan.

Harry mengerling Hermione, yang tampak sangat ketakutan, tetapi mengangguk.

Harry mengangkat dirinya keluar dari lubang, memandang berkeliling. Ruangan itu kosong, tetapi pintu di sebelah kanannya terbuka, menuju lorong remang-remang. Hermione mendadak mencengkeram Harry lagi. Matanya yang terbelalak liar memandang jendela-jendela yang tertutup papan.

”Harry,” dia berbisik, ”kurasa kita berada di Shrieking Shack.”

Harry memandang berkeliling. Pandangannya jatuh ke kursi kayu di dekatnya. Potongan-potongan besar sudah lepas dari kursi itu, salah satu kakinya bahkan patah total.

”Hantu tidak melakukan ini,” katanya lambat-lambat.

Saat itu terdengar derak dari atas. Ada yang bergerak di atas. Keduanya mendongak memandang langit-langit. Cengkeraman Hermione pada lengannya begitu kencang, sampai jari-jari Harry terasa kebas hilang rasa. Dia mengangkat alis ke arah Hermione. Hermione mengangguk lagi dan melepaskan cengkeramannya.

Sepelan mungkin, mereka merayap menuju lorong dan menaiki tangga yang sudah rusak. Segalanya dilapisi debu tebal, kecuali lantainya. Di lantai tampak jalur lebar bekas sesuatu yang diseret ke atas.

Mereka tiba di bordes gelap.

”Nox,” mereka berbisik bersamaan, dan cahaya di ujung tongkat mereka padam. Hanya satu pintu yang sedikit terbuka. Selagi merayap mendekati pintu itu, mereka mendengar gerakan-gerakan dari baliknya, erangan pelan, dan kemudian dengkur kucing yang dalam dan keras. Mereka bertukar pandangan terakhir, anggukan terakhir.

Dengan tongkat terpegang erat di depannya, Harry menendang pintu sampai terbuka lebar.

Crookshanks mendekam di atas tempat tidur besar dan megah dengan kelambu berdebu, mendengkur keras ketika melihat mereka. Di lantai di sebelah tempat tidur itu, Ron mencengkeram kakinya yang mencuat dalam posisi aneh.

Harry dan Hermione berlari mendekatinya.

”Ron—kau tak apa-apa?”

”Di mana anjingnya?”

”Bukan anjing,” Ron meratap. Giginya mengertak menahan sakit. ”Harry, ini jebakan…”

”Apa…”

”Dia anjingnya… dia Animagus…”

Ron menatap melewati bahu Harry. Harry berputar. Dengan bunyi keras laki-laki di dalam keremangan menutup pintu di belakang mereka.

Rambut yang kotor awut-awutan menggantung sampai ke sikunya. Kalau tak ada mata yang berkilau dari dalam rongganya yang dalam dan gelap, dia bisa dikira mayat. Kulitnya yang pucat tertarik begitu ketat di atas tulang wajahnya, sehingga tampak seperti tengkorak. Dia menyeringai sehingga tampaklah gigi-giginya yang kuning. Laki-laki itu Sirius Black.

”Expelliarmus!” katanya parau, mengacungkan tongkat Ron ke arah mereka.

Tongkat Harry dan Hermione meluncur ke atas terlepas dari tangan mereka, dan Black menangkapnya. Kemudian dia maju selangkah. Matanya tertancap pada Harry.

”Aku sudah menduga kau akan datang menolong temanmu,” katanya parau. Suaranya terdengar seperti sudah lama tak digunakan. ”Ayahmu akan melakukan hal yang sama kepadaku. Kau pemberani, tidak lari mengadu kepada guru. Aku berterima kasih… ini akan membuat segalanya lebih mudah…”

Celaan terhadap ayahnya bergaung di telinga Harry seakan Black meneriakkannya. Kebencian menggelegak membuncah di dada Harry, tak meninggalkan tempat untuk rasa takut. Untuk pertama kali dalam hidupnya, dia berharap tongkatnya berada kembali dalam genggamannya, bukan untuk mempertahankan diri, melainkan untuk menyerang… untuk membunuh. Tanpa menyadari apa yang dilakukannya, Harry maju, tetapi ada gerakan mendadak di kanan-kirinya dan dua pasang tangan menyambar dan menahannya. ”Jangan, Harry,” Hermione mendesah dalam bisikan panik. Tetapi Ron bicara kepada Black.

”Jika kau mau membunuh Harry, kau harus membunuh kami juga!” katanya garang, meskipun upaya-nya untuk berdiri membuatnya bertambah pucat, dan dia agak terhuyung ketika berbicara.

Sesuatu melintas di mata cekung Black.

”Berbaringlah,” katanya pelan kepada Ron. ”Nanti kakimu bertambah parah.”

”Apakah kau mendengarku?” kata Ron lemah, meskipun dia bergayut menahan sakit pada Harry agar tetap bisa berdiri. ”Kau harus membunuh kami bertiga!”

”Hanya akan ada satu pembunuhan malam ini,” kata Black, dan seringainya bertambah lebar.

”Kenapa begitu?” bentak Harry, berusaha membebaskan diri dari pegangan Ron dan Hermione. ”Terakhir kali melakukan pembunuhan kau tidak peduli, kan? Kau tak peduli membunuh semua Muggle itu untuk bisa menyerang Pettigrew… Apa yang terjadi? Kau jadi lembek di Azkaban?”

”Harry!” Hermione merengek. ”Diamlah!”

”DIA MEMBUNUH IBU DAN AYAHKU!” Harry meraung, dan dengan sekuat tenaga dia berhasil lepas dari Hermione dan Ron dan menerjang Black…

Dia telah melupakan soal sihir—dia lupa bahwa dia kecil dan kurus dan baru berusia tiga belas tahun, sementara Black jangkung, laki-laki dewasa. Yang Harry tahu hanyalah, dia ingin melukai Black separah mungkin dan dia tak peduli jika untuk itu dia sendiri juga harus luka parah…

Mungkin saking shock-nya melihat Harry bertindak sebodoh itu, Black tidak mengangkat tongkatnya pada waktunya. Salah satu tangan Harry mencengkeram pergelangan tangan Black yang diam tak bergerak, menjauhkan ujung-ujung tongkat darinya. Buku-buku jari tangan Harry yang satu lagi menghantam sisi kepala Black dan mereka berdua jatuh ke belakang, menabrak dinding…

Hermione menjerit, Ron berteriak, ada kilat menyilaukan ketika tongkat-tongkat di tangan Black meluncurkan semburan bunga api yang cuma beberapa senti saja dari wajah Harry. Harry merasakan lengan kurus di bawah cengkeramannya memberontak kuat-kuat, tetapi Harry bertahan, sementara tangan satunya memukul-mukul bagian mana saja tubuh Black yang bisa dicapainya.

Tetapi tangan Black yang bebas telah menemukan leher Harry…

”Jangan,” dia mendesis. ”Aku sudah menunggu terlalu lama…”

Jari-jarinya mencengkeram, Harry tersedak, kacamatanya miring.

Kemudian mendadak dilihatnya kaki Hermione menyapu. Black melepas Harry sambil menggerutu kesakitan. Ron telah melempar dirinya ke tangan Black yang memegang tongkat dan Harry mendengar bunyi berkelontangan…

Harry berkutat melepaskan diri dari tumpukan tubuh-tubuh yang malang-melintang itu dan melihat tongkatnya sendiri berguling di lantai. Dia melempar diri ke depan untuk menangkapnya, tetapi…

”Argh!”

Crookshanks telah menggabungkan diri dalam kehebohan ini. Sepasang kaki depannya tertancap dalam di lengan Harry. Harry berhasil melontarkannya, namun Crookshanks sekarang berlari ke arah tongkat Harry…

”JANGAN!” teriak Harry, menendang Crookshanks, membuat kucing itu melompat ke tepi, mendesis-desis. Harry menyambar tongkatnya dan berbalik…

”Minggir!” teriaknya kepada Ron dan Hermione.

Mereka tak perlu disuruh dua kali. Hermione, tersengal kehabisan napas, bibirnya berdarah, terhuyung ke tepi, sambil menyambar tongkatnya sendiri dan tongkat Ron. Ron merangkak ke tempat tidur dan roboh di atasnya, terengah-engah, wajahnya yang putih pucat sekarang bersemu kehijauan, kedua tangannya mencengkeram kakinya yang patah.

Black tertelentang di depan dinding. Dadanya yang kurus naik-turun cepat ketika dia melihat Harry pelan-pelan berjalan mendekat, tongkatnya mengacung tepat ke jantung Black.

”Mau membunuhku, Harry?” dia berbisik.

Harry berhenti tepat di depannya, tongkatnya masih tertuju ke dada Black, menunduk memandangnya. Mata kiri Black lebam kehitaman dan hidungnya berdarah.

”Kau membunuh orangtuaku,” kata Harry, suaranya agak bergetar, tetapi tangan yang memegang tongkatnya mantap.

Black memandangnya dengan matanya yang cekung.

”Aku tidak menyangkalnya,” katanya pelan. ”Tetapi jika kau tahu seluruh ceritanya…”

”Seluruh ceritanya?” Harry mengulangi, dentum-dentum kemarahan memenuhi telinganya. ”Kau menjual mereka kepada Voldemort, cuma itu yang aku perlu tahu!”

”Kau harus mendengarkan aku,” kata Black, dan ada nada mendesak dalam suaranya sekarang. ”Kau akan menyesal jika tidak… kau tak mengerti…”

”Aku mengerti lebih banyak daripada yang kaukira,” kata Harry, dan suaranya semakin bergetar. ”Kau tak pernah mendengarnya, kan? Ibuku… mencoba mencegah Voldemort membunuhku… dan kau penyebabnya… kau yang menyebabkannya…”

Sebelum keduanya bisa mengucapkan sepatah kata lagi, sesuatu berwarna jingga melesat melewati Harry. Crookshanks melompat ke atas dada Black, dan mendekam di sana, tepat di atas jantung Black. Black mengejap dan memandang kucing itu.

”Turun,” gumamnya, berusaha mendorong Crookshanks dari dadanya.

Tetapi Crookshanks mencengkeramkan kuku-kuku-nya ke jubah Black dan tak mau bergerak. Dia menolehkan wajahnya yang jelek dan gepeng kepada Harry dan mendongak menatapnya dengan matanya yang kuning besar. Di sebelah kanannya, Hermione mengisak parau.

Harry menunduk menatap Black dan Crookshanks, semakin erat menggenggam tongkatnya. Jadi apa salahnya kalau dia membunuh kucing itu juga? Kucing itu bersekutu dengan Black… kalau dia siap mati, berusaha melindungi Black, itu bukan urusan Harry… kalau Black berusaha menyelamatkannya, itu hanya membuktikan bahwa dia lebih memedulikan kucing itu daripada orangtua Harry….

Harry mengangkat tongkatnya. Sekaranglah saatnya. Sekaranglah saat membalas kematian ibu dan ayahnya. Dia akan membunuh Black. Dia harus membunuh Black. Ini kesempatannya…

Detik demi detik berlalu, dan Harry masih saja berdiri membeku, dengan tongkat terangkat, Black menatapnya, dengan Crookshanks di atas dadanya. Napas Ron yang tersengal terdengar, tak jauh dari tempat tidur. Hermione diam tak bersuara.

Dan kemudian terdengar bunyi lain…

Langkah-langkah teredam melintasi lantai—ada yang bergerak di bawah.

”KAMI DI ATAS SINI!” Hermione mendadak berteriak. ”KAMI DI ATAS SINI—SIRIUS BLACK—CEPAT!”

Black membuat gerakan mendadak yang nyaris membuat Crookshanks terlempar. Harry mengejang memegang tongkatnya—Lakukan sekarang! kata suara dalam kepalanya—tetapi langkah-langkah itu menggemuruh menaiki tangga dan Harry tetap saja belum melakukannya.

Pintu berdebam terbuka diiringi semburan bunga api merah dan Harry berputar tepat ketika Profesor Lupin menyerbu masuk ke dalam ruangan, wajahnya pucat tak berdarah, tongkatnya terangkat, siap. Matanya sekilas menatap Ron yang terbaring di lantai, menatap Hermione yang gemetar ketakutan di dekat pintu, menatap Harry yang berdiri dengan tongkat teracung di atas Black, dan kemudian menatap Black sendiri, yang rebah dan berdarah di kaki Harry.

”Expelliarmus!” Lupin berteriak.

Sekali lagi tongkat Harry melayang lepas dari tangannya, begitu juga kedua tongkat lainnya yang dipegang Hermione. Lupin menangkap ketiganya dengan tangkas, kemudian berjalan masuk, menatap Black, dengan Crookshanks yang masih mendekam di atas dada melindunginya.

Harry berdiri di sana, mendadak merasa hampa. Dia tidak melakukannya. Nyalinya tak cukup kuat. Black akan diserahkan kembali kepada para Dementor.

Kemudian Lupin bicara, dengan suara yang ganjil, suara yang bergetar menahan emosi. ”Di manakah dia, Sirius?”

Harry dengan cepat memandang Lupin. Dia tak mengerti apa yang dimaksud Lupin. Siapa yang dibicarakan Lupin? Dia menoleh kembali memandang Black.

Wajah Black tanpa ekspresi. Selama beberapa detik, dia sama sekali tak bergerak. Kemudian, dengan sangat perlahan, dia mengangkat tangannya yang kosong, dan menunjuk lurus-lurus ke arah Ron. Tercengang, Harry mengerling Ron, yang tampak bingung.

”Tapi, kalau begitu…,” Lupin bergumam, menatap Black tajam-tajam seakan berusaha membaca pikirannya, ”kenapa selama ini dia tak memperlihatkan diri? Kecuali…” Mata Lupin tiba-tiba melebar, seakan dia melihat sesuatu melampaui Black, sesuatu yang tak bisa dilihat orang lain, ”kecuali dialah orangnya… kecuali kalian berdua bertukar tempat… tanpa memberitahu aku?”

Sangat perlahan, matanya yang cekung tak pernah meninggalkan wajah Lupin, Black mengangguk.

”Profesor Lupin,” Harry menyela dengan keras, ”apa yang…?”

Tetapi dia tak pernah menyelesaikan pertanyaannya, karena yang dilihatnya membuat kata-katanya macet tersumbat di kerongkongannya. Lupin menurunkan tongkatnya. Saat berikutnya dia telah berjalan mendatangi Black, menyambar tangannya, menariknya berdiri sehingga Crookshanks terjatuh ke lantai, dan memeluknya seperti memeluk kakaknya sendiri.

Hati Harry mencelos.

”AKU TAK PERCAYA!” teriak Hermione.

Lupin melepas Black dan menoleh kepada Hermione. Hermione sudah bangkit dari lantai, dan menunjuk Lupin, matanya liar. ”Anda—Anda…”

”Hermione…”

”…Anda dan dia!”

”Hermione, tenanglah…”

”Saya tidak mengatakan kepada siapa pun!” jerit Hermione. ”Selama ini saya melindungi Anda…”

”Hermione, tolong dengarkan aku!” teriak Lupin. ”Aku bisa menjelaskan…”

Harry bisa merasakan tubuhnya gemetar, bukan karena ketakutan melainkan karena gelombang baru kemarahan.

”Saya mempercayai Anda,” dia berteriak kepada Lupin, suaranya bergetar di luar kendali, ”dan selama ini Anda ternyata temannya!”

”Kau keliru,” kata Lupin. ”Selama dua belas tahun ini aku bukan teman Sirius, tetapi sekarang aku temannya… biar kujelaskan…”

”TIDAK!” jerit Hermione. ”Harry, jangan percaya dia, dia telah membantu Black memasuki kastil, dia juga menginginkan kau mati—dia manusia serigala!”

Keheningan yang menyusul serasa berdering. Mata semua orang sekarang tertuju kepada Lupin, yang tampak luar biasa tenang, meskipun agak pucat.

”Tidak seperti standarmu yang biasa, Hermione,” katanya. ”Hanya betul satu dari tiga, sayang sekali. Aku tidak membantu Sirius memasuki kastil dan aku jelas tidak menginginkan Harry mati…” Ada ekspresi ganjil melintas di wajahnya. ”Tetapi aku tidak akan membantah bahwa aku manusia serigala.”

Ron berusaha sekuat tenaga untuk bangkit lagi, tetapi terjatuh kembali sambil merintih kesakitan. Lupin bergerak ke arahnya, tampak cemas, tetapi Ron membentak tersengal, ”Jangan dekat-dekat aku, manusia serigala!”

Lupin langsung berhenti. Kemudian dia memaksakan diri menoleh kepada Hermione dan bertanya, ”Sudah berapa lama kau tahu?”

”Lama sekali,” bisik Hermione. ”Sejak saya menulis karangan tugas dari Profesor Snape…”

”Dia akan senang sekali,” kata Lupin dingin. ”Dia menyuruh kalian membuat karangan itu, berharap akan ada yang menyadari apa makna gejala-gejala yang kualami. Pernahkah kau mengecek peta bulan dan menyadari bahwa aku selalu sakit pada malam bulan purnama? Atau apakah kau menyadari bahwa Boggart berubah menjadi bulan saat melihatku?”

”Dua-duanya ya,” kata Hermione pelan.

Lupin memaksakan tawa.

”Untuk anak seumurmu, kau penyihir terpandai yang pernah kutemui, Hermione.”

”Tidak,” Hermione berbisik. ”Kalau saya lebih pandai sedikit, seharusnya saya memberitahu semua orang Anda ini sebetulnya apa.”

”Tetapi mereka sudah tahu,” kata Lupin. ”Paling tidak para guru tahu.”

”Dumbledore mempekerjakan Anda padahal dia tahu Anda manusia serigala?” tanya Ron kaget. ”Apa dia gila?”

”Beberapa dari para guru juga beranggapan begitu,” kata Lupin. ”Dia harus bekerja keras meyakinkan beberapa guru bahwa aku bisa dipercaya…”

”DAN DIA KELIRU!” Harry berteriak. ”ANDA SELAMA INI TELAH MEMBANTUNYA!” dia menunjuk ke arah Black, yang telah berjalan ke tempat tidur dan duduk di atasnya, wajahnya tersembunyi di balik satu tangannya yang gemetar. Crookshanks melompat ke sebelahnya dan naik ke pangkuannya, mendengkur. Ron beringsut menjauhi keduanya, menyeret kakinya.

”Aku tidak membantu Sirius,” kata Lupin. ”Kalau kalian memberiku kesempatan, aku akan menjelaskan. Ini…”

Dia memisahkan tongkat-tongkat Harry, Ron, dan Hermione, dan melemparkan masing-masing ke pemiliknya. Harry menangkap tongkatnya, terperangah.

”Nah,” kata Lupin, menyelipkan tongkatnya sendiri ke balik ikat pinggangnya. ”Kalian bersenjata, kami tidak. Sekarang, maukah kalian mendengarkan?”

Harry tak tahu harus bagaimana. Apakah ini jebakan?

”Kalau Anda tidak membantunya,” katanya dengan pandangan marah kepada Black, ”bagaimana Anda tahu dia ada di sini?”

”Dari peta,” kata Lupin. ”Peta Perampok. Aku sedang di kantorku mengamatinya…”

”Anda tahu bagaimana menggunakannya?” tanya Harry curiga.

”Tentu saja aku tahu bagaimana menggunakannya,” kata Lupin, melambaikan tangannya dengan tak sabar. ”Aku ikut membuatnya. Aku Moony—itulah julukan yang diberikan sahabat-sahabatku waktu aku masih sekolah.”

”Anda ikut membu…?”

”Yang paling penting adalah, aku sedang mengamatinya dengan cermat sore ini, karena aku menduga bahwa kau, Ron, dan Hermione mungkin akan mencoba menyelinap keluar dari kastil untuk mengunjungi Hagrid sebelum Hippogriff-nya dipenggal. Dan aku benar, kan?”

Lupin kini berjalan hilir-mudik, memandang mereka. Debu mengepul di kakinya.

”Kau boleh saja memakai Jubah Gaib ayahmu, Harry…”

”Bagaimana Anda bisa tahu tentang jubah itu?”

”Sudah sering sekali aku melihat James menghilang di bawah jubah itu…,” kata Lupin, melambaikan tangannya dengan tak sabar lagi. ”Masalahnya adalah, meskipun kalian memakai Jubah Gaib, kalian tetap muncul di Peta Perampok. Aku melihat kalian menyeberangi halaman dan memasuki pondok Hagrid. Dua puluh menit kemudian, kalian meninggalkan Hagrid, dan berjalan kembali ke kastil. Tetapi saat itu ada orang lain yang menemani kalian.”

”Apa?” tanya Harry. ”Tidak ada yang menemani kami!”

”Aku tak mempercayai mataku,” kata Lupin, masih berjalan hilir-mudik dan mengabaikan interupsi Harry. ”Kupikir peta itu mestinya tidak beres. Mana mungkin dia bisa berada bersama kalian?”

”Tak ada orang lain bersama kami!” bantah Harry.

”Dan kemudian aku melihat bintik lain, bergerak cepat ke arah kalian, berlabel Sirius Black… Aku melihatnya bertabrakan denganmu, aku melihat ketika dia menyeret dua di antara kalian ke Dedalu Perkasa…”

”Seorang di antara kami!” kata Ron berang.

”Tidak, Ron,” kata Lupin. ”Dua dari kalian.”

Dia sudah berhenti mondar-mandir, matanya bergerak menatap Ron.

”Bolehkah aku melihat tikusmu?” katanya tenang.

”Apa?” kata Ron. ”Apa urusan Scabbers dengan semua ini?”

”Segalanya,” kata Lupin. ”Boleh aku melihatnya?”

Ron sangsi, kemudian memasukkan tangan ke dalam jubahnya. Scabbers muncul, meronta-ronta liar. Ron harus menyambar ekornya yang panjang dan gundul untuk mencegahnya kabur. Crookshanks berdiri di atas pangkuan Black dan mendesis-desis pelan.

Lupin mendekat ke arah Ron. Dia menahan napas ketika memandang Scabbers lekat-lekat.

”Apa?” kata Ron lagi, memegangi Scabbers ke dekat tubuhnya, tampak ketakutan. ”Apa urusan tikusku dengan semua ini?”

”Itu bukan tikus,” mendadak Sirius Black berkata parau.

”Apa maksudmu—tentu saja dia tikus…”

”Bukan, dia bukan tikus,” kata Lupin pelan. ”Dia penyihir.”

”Animagus,” kata Black, ”yang bernama Peter Pettigrew.”