![]() | ![]() |
KABUT malam entah kapan mulai muncul, seseorang berdiri diam di tengah kabut malam.
Orang yang seram, wajah yang seram, mata tajam seperti burung pemakan bangkai. Begitu Gao Li membuka pintu, dia sudah melihat orang itu, tidak ada perubahan dalam diri orang itu.
Gao Li sama sekali tidak menyangka, dia bisa berdiri di luar pintu rumahnya seperti akan mengunjungi seorang teman, menunggu tuan rumah membuka pintu. Begitu matanya melihat Gao Li, tatapannya tetap seperti tatapan seekor elang lapar yang melihat daging.
Kata Gao Li, “Akhirnya kau datang juga!”
Jawab Ma Feng, “Benar, aku harus datang, siapa pun yang pernah menusuk perutku dengan pedang, aku tidak akan membiarkan dia hidup dengan tenang.”
Kata Gao Li, “Kau bisa hidup sampai sekarang itu sudah sangat beruntung.”
Kata Ma Feng, “Benar, itu memang tidak mudah, kau tidak tahu, aku menghabiskan harta benda dengan harga yang tinggi baru bisa ditukar kembali dengan nyawaku, karena itu aku tidak boleh mati juga tidak akan bisa mati.”
Matanya menyipit dan berkata, “Xiao Wu berada di mana?”
Tanya Gao Li, “Kau mencari dia?”
Jawab Ma Feng, “Benar.”
Mulut Gao Li mengeluar tawa yang aneh dan berkata, “Sayang, selamanya kau tidak akan bisa bertemunya lagi.”
Tanya Ma Feng, “Dia berada di mana?”
Jawab Gao Li, “Apakah kau tidak pernah terpikirkan dia berada di mana?”
Tanya Ma Feng, “Apakah dia sudah mati?”
Jawab Gao Li, “Kalau dia tidak mati, dia tidak akan melepaskanmu.”
Wajah Ma Feng berubah, seperti perutnya sedang ditusuk kembali dengan pedang.
Kata Gao Li, “Walaupun dia sudah mati, tapi aku tidak, aku masih hidup.”
Dengan menarik nafas panjang, Ma Feng berkata, “Benar, kau belum mati, untung kau belum mati. Dua tahun ini siang malam aku selalu berdoa, semoga kalian panjang umur.”
Tiap kata yang dia keluarkan penuh dengan kebencian, membuat orang merasa bergidik.
Gao Li tahu tangan kirinya sudah keluar keringat dingin, dia segera berteriak, “Seharusnya kau berdoa agar aku cepat mati. Kalau aku tidak mati, kau yang akan mati, sekarang kau harus mati.”
Ma Feng tertawa dingin.
Gao Li juga tertawa dingin, “Pekerjaan seperti kita ini jika melakukan kesalahan dia harus mati, kau sudah melakukan 3 macam kesalahan.”
Kata Ma Feng dengan ringan, “Aku mendengarnya.”
Kata Gao Li, “Pertama, kau tidak boleh datang seorang diri. Kedua, kau harus menyandera Shuang Shuang agar bisa mengancamku, tapi sekarang sudah terlambat. Ketiga, kau tidak boleh dengan cara seperti itu mengetuk pintu rumahku.”
Jawab Ma Feng, “Masuk akal juga.”
Kata Gao Li, “Sebenarnya kau mempunyai kesempatan secara sembunyi-sembunyi menyerangku.”
Ma Feng tiba-tiba memotong kata-katanya, dengan dingin dia berkata, “Aku tidak perlu menyerangmu secara sembunyi-sembunyi, juga tidak perlu menyandera istrimu supaya bisa mengancammu sebab kapan pun aku bisa membunuhmu.”
Gao Li tertawa terbahak-bahak.
Kata Ma Feng, “Dua tahun ini tiap hari aku latihan selama 6 jam, bagaimana dengan dirimu?”
Tiba-tiba tawa Gao Li berhenti.
Dengan dingin Ma Feng melihatnya dan berkata, “Sekarang kau masih hidup, karena aku masih menginginkan kau hidup.”
Gao Li tidak bicara, juga tidak bergerak. Tiba-tiba dia merasa tidak nyaman, sikap Ma Feng semakin tenang, maka dia semakin merasa tidak nyaman.
Sorot mata Ma Feng yang seram pandangannya bergeser, dia memandang langit yang gelap dan berkata, “Kau masih bisa hidup 7 hari lagi.”
Suaranya mengandung kepercayaan yang menakutkan seperti hakim yang menjatuhkan vonis kepada tersangka.
Gao Li tertawa lagi, dia berusaha keras baru bisa membuat dirinya mengeluarkan suara tawa.
Ma Feng sama sekali tidak memandang dia dan berkata, “Tujuh hari lagi adalah bulan purnama, aku membunuh orang selalu menunggu saat bulan purnama.”
Kata Gao Li, “Mungkin kau tidak perlu menunggu begitu lama.”
Kata Ma Feng. “Mungkin, tapi kau tidak perlu terburu-buru ingin mati. Masih banyak hal yang harus kau bereskan. Istrimu juga tidak mau kau mati sekarang.”
Kata-kata yang terakhir seperti menusukkan pisau ke arah Gao Li. Dia merasa perutnya keram, dia ingin muntah.
Kata Ma Feng, “Aku akan tinggal di sini selama 7 hari, karena tempat di sini lumayan bersih.”
Tanya Gao Li, “Kau bilang apa?”
Kata Ma Feng, “Aku bilang bisa hidup 7 hari lagi itu lumayan untukmu.”
Gao Li melihatnya. Sebenarnya Ma Feng tidak tertawa.
Wajahnya mengandung kekejaman, seram, dan tertawa penuh percaya diri.
Kata Ma Feng, “Tujuh hari ini kau boleh melakukan banyak hal, bila kau bisa mengatur, bila nanti kau mati istrimu juga bisa hidup dengan baik.”
Gao Li menundukkan kepala melihat tombaknya yang berwarna perak. Debu di atas tombak sudah dibersihkan, tapi cahaya tombak sepertinya terlihat sangat lemah. Gao Li mengangkat kepala, keringat dingin mengalir dari wajahnya.
Suara Gao Li terdengar kering dan serak, dia berkata, “Kau bisa menunggu selama 7 hari, mengapa aku tidak boleh?”
Ma Feng tertawa. Kali ini dia benar-benar tertawa. Dengan tersenyum dia berkata, “Baiklah, besok pagi aku akan datang lagi. Di pagi hari aku senang makan mie.”
Dia tidak mendengar kata-kata Gao Li lagi, dia membalikkan badan.
Dalam sekejap dia sudah menghilang di dalam kabut malam itu.
Gao Li juga tidak melihat dia lagi, dia membalikkan badan dan membungkukkan badan untuk muntah. Muntah terus hingga air empedunya juga keluar. Tiba-tiba dia merasa ada tangan kecil yang hangat mengangkat wajahnya. Wajah Gao Li basah, apakah ini air mata atau keringat dingin?
Setelah lama Shuang Shuang dengan lembut berkata, “Apakah kau merasa kali ini kau sudah melakukan kesalahan?”
Gao Li menggelengkan kepala. Dia tidak salah, 7 hari tidak pendek, dalam 7 hari cukup untuk melakukan banyak hal.
Dia harus bersabar. Sebenarnya dia mempunyai kesempatan untuk mengalahkan orang lain tapi sekarang dia harus lebih bersabar dan harus menahan diri. Shuang Shuang juga tidak banyak bertanya. Asalkan Gao Li mengatakan benar, Shuang Shuang akan menerimanya.
Dengan berat dia berkata, “Sekarang kita tidur, besok pagi kita akan makan mie.”
***
Yamien. Mie yang sudah dingin.
Gao Li melihat mie di atas meja, wajahnya tidak ada ekspresi apa pun.
Kemudian dia melihat Ma Feng yang baru masuk. Kata Shuang Shuang, “Apakah itu Tuan Ma?”
Jawab Ma Feng, “Benar.”
Kata Shuang Shuang, “Mie sudah dingin, apakah harus dipanaskan lagi?”
Jawab Ma Feng, “Tidak perlu.”
Kata Shuang Shuang, “Jika mie kurang asin, di sini masih ada kecap.”
Suara Shuang Shuang terdengar lembut dan hangat, dia seperti seorang istri yang rajin yang meladeni teman suaminya.
Ma Feng melihatnya, tiba-tiba menarik nafas dan berkata, “Untung aku bukan mau membunuhmu karena kau lebih tenang daripada suamimu.”
Shuang Shuang tertawa dan berkata, “Perempuan seperti aku, apakah akan menaruh racun ke dalam mie?”
Ma Feng baru mengambil sumpit, segera dia menaruhnya lagi. Matanya yang seperti elang memandang Shuang Shuang dengan lama dan berkata, “Kau tidak akan melakukannya.”
Shuang Shuang mengangguk dan berkata, “Aku pasti tidak akan menaruh racun ke dalam mie-mu.”
Ma Feng tidak mengatakan sesuatu, segera dia berdiri dan masuk ke dapur.
Tanya Shuang Shuang dengan tersenyum, “Ada apa kau masuk ke dapur?”
Jawab Ma Feng, “Aku membunuh orang ingin seorang diri, makan mie juga ingin memasak sendiri.”
Di kamar tamu, terdengar suara dengkuran Ma Feng, tapi Gao Li tidak bisa tidur. Wajahnya sarat dengan kesedihan, hatinya sangat kacau. Dia ingin melakukan sesuatu, tapi dia ragu, apakah memang harus dilakukan? Dia tidak percaya diri lagi. Ini baru benar-benar menakutkan. Ma Feng melakukan hal seperti itu mungkin ingin menghancurkan rasa percaya dirinya.
Tanya Shuang Shuang dengan lembut, “Kau memikirkan apa?”
Jawab Gao Li, “Tidak ada.”
Kata Shuang Shuang, “Tiba-tiba aku teringat pada satu hal. Dia ingin menunggu selama 7 hari, apakah karena dia tidak mampu dibanding dirimu?”
Kata Gao Li, “Mungkin saja.”
Gao Li yakin Ma Feng pasti lebih percaya diri daripada dirinya karena tanggung jawab Gao Li lebih berat.
Bila pesilat tangguh bertarung, biasanya yang mati adalah orang yang tidak ingin mati.
Kata Shuang Shuang, “Aku tahu dia tinggal di sini hanya untuk menyiksamu, tapi aku juga tidak memberinya hidup enak.”
Gao Li tertawa dengan terpaksa dan berkata, “Memang kau tadi sudah bantuku menyiksa dia.”
Kata Shuang Shuang, “Sekarang aku terhadap dengan cara apa pun dia tidak akan membalas, karena...” Suara Shuang Shuang sedikit berubah dan berkata, “Jika tidak ada aku, kau tidak takut kepada dia, apakah benar?”
Gao Li melihat dia, tiba-tiba dengan suara gemetar dia berkata, “Kau.. .kau mau apa?”
Gao Li menanyakan ini karena dia terpikir pada satu hal yang sangat menakutkan.
Shuang Shuang tertawa dengan sedih dan berkata, “Aku tidak memikirkan apa-apa.”
Kata Gao Li, “Aku tahu kau sedang memikirkan apa?”
Gao Li tiba-tiba dengan cepat berkata, “Kau kira jika kau mati, aku akan dengan bebas menghadapi dia. Bisa bunuh dia? Kau salah! Salah total!”
Kata Shuang Shuang, “Aku...”
Kata Gao Li, “Kalau kau mati, aku segera menemanimu mati.”
Shuang Shuang adalah manusia dan juga perempuan, dia tiba-tiba masuk ke dalam pelukan Gao Li dan menangis.
Di luar Shuang Shuang terlihat sangat kuat, tapi di dalam dia ketakutan dan merasa sedih.
Demi Gao Li dia rela mati, dia berharap Gao Li bisa menjadikan kesedihan ini menjadi kekuatan baginya.
Dia belum melakukan hal ini karena dia terlalu mencintai Gao Li, dia tidak tega meninggalkan Gao Li.
Tidak ada orang yang tahu bagaimana dalamnya perasaan mereka.
Gao Li membelai rambutnya dan berkata, “Demi aku, kau harus bertahan hidup. Demi kau, aku juga akan berbuat seperti itu. Kita pasti mempunyai cara untuk terus bertahan hidup.” Suaranya kecil karena kata-kata ini memang dia katakan untuk dirinya sendiri.
Tangis Shuang Shuang sudah berhenti, dia tahu Gao Li akan melakukan apa.
Tiba-tiba dia mengangkat kepada dan berkata, “Kau pergi saja.”
Gao Li memegang erat tangan Shuang Shuang, sepatah kata pun tidak bicara. Sekarang dalam kesedihan dan rasa tersiksa mereka bisa bertahan, bersama-sama bertahan.
Karena mereka mempunyai harapan, harapan yang begitu indah.
***
Senjata rahasia Bulu Merak.
Di dunia ini tidak ada senjata rahasia yang lebih menakutkan daripada Bulu Merak, juga tidak ada senjata rahasia yang lebih indah daripada Bulu Merak. Tidak ada orang yang bisa melukiskan keindahannya juga tidak ada yang bisa menghindar atau bertahan dari Bulu Merak.
Orang nomor satu di dunia persilatan yaitu Jin Kai Jia, dia juga tidak bisa bertahan dari Bulu Merak. Sampai saat mati pun dia masih ingat, bagaimana sewaktu senjata rahasia itu dilemparkan, begitu misterius, cemerlang, dan indah. Pada waktu itu dia merasa pusing. Tak lama, kemudian dia roboh ke tanah. Wisma Bulu Merak sendiri sangat indah, indah seperti istana dalam dongeng-dongeng dewa dewi.
Atap yang hijau disinari oleh matahari, tampak berkilauan.
Tangga yang putih melintasi dinding yang kuning. Sebuah istana seperti yang terbuat dari emas dan perhiasan.
Di taman ada beberapa ekor burung merak tampak sedang bersantai. Di kolam ada Yan Yang (semacam bebek) sedang berenang.
Bunga-bunga merah, putih, ungu menghiasi wisma ini menambah keindahan seperti di dalam mimpi.
Beberapa gadis sedang berlari-lari menginjak padang rumput yang lembut, mereka menghilang di balik kerimbunan bunga.
Bunga chrysan akan segera mekar, angin membawa harum bunga yang membuat orang mabuk.
Dari sebuah rumah kecil ada seseorang yang meniup suling, suara suling inilah yang memecahkan kesunyian di sana.
Pintu pertama terbuka lebar, tidak ada penjaga pintu. Gao Li berlari ke depan Wisma Bulu Merak, kemudian dia roboh.
Di tempat dupa sedang dibakar dupa yang wangi. Ruangan itu penuh harum dupa.
Di luar jendela, hari sudah malam.
***
Gao Li membuka mata, mata memandang ke sekeliling mulai dari satu pot chrysan kemudian diteruskan ke depan, dia melihat seseorang yang sedang tersenyum kepadanya.
Seseorang yang belum dia kenal. Seperti seorang pemuda, tapi ada kumis yang dicukur dengan rapi di atas mulutnya.
Rambut dan kumis sangat rapi dan mengkilat, di bawah rambut masih menempel sebuah mutiara sebesar ujung jari. Pakaiannya sangat sederhana, tapi bahannya sangat mahal. Di balik jubah sutranya, masih ada ikat yang pinggang yang berwarna putih. Sekali melihat pun sudah tahu bahwa dia adalah orang yang mempunyai kedudukan dan terlihat berwibawa.
Orang seperti ini hidup di dunia yang berlainan dengan Gao Li, hanya sepasang mata yang tajam terus melihatnya...
Gao Li tiba-tiba ingat dengan mata ini, dia hampir berteriak. Qiu Feng Wu. Gao Li sama sekali tidak mempercayainya, tuan yang berwibawa ini adalah pemuda yang dulu pernah bersamanya, sehidup dan semati menempuh segala bahaya.
Tapi dia mau tidak mau harus mempercayainya.
Karena orang itu sudah berjalan menghampirinya, dengan tenaga yang kuat memegang Gao Li. Mata yang bercahaya penuh dengan air mata. Gao Li menarik nafas panjang dan berkata, “Akhirnya aku bisa bertemu denganmu lagi.”
Tangan Qiu Feng Wu lebih kencang lagi memegang Gao Li dan berkata, “Akhirnya kau datang juga mencariku, kau tidak melupakanku.”
Gao Li berusaha duduk.
Tapi Qiu Feng Wu menekan pundaknya dan berkata, “Kau tidak sakit, tapi terlalu lelah, lebih baik berbaring.”
Gao Li memang terlalu lelah. Sudah 2 hari dia tidak pernah berhenti berlari, dia harus pulang sebelum bulan purnama.
Melihat langit di luar jendela, dia segera bangun dan bertanya, “Aku sudah tidur berapa lama?”
Kata Qiu Feng Wu, “Tidak begitu lama.”
Dia melihat keringat dingin di dahi Gao Li. Qiu Feng Wu bertanya, “Kau pasti mempunyai hal penting yang harus disampaikan kepadaku?”
Gao Li mengepalkan tangan dannya berkata, “Aku tidak ingin datang ke sini, tapi aku.. .aku.”
Kata Qiu Feng Wu, “Kau harus ingat, aku pernah mengatakan: bila kalian mengalami kesulitan apa pun, orang pertama yang harus dicari adalah aku.”
Gao Li mengangguk. Air mata sudah mengaburkan pandangannya. Seseorang jika dalam keadaan bahaya, tapi masih ada teman yang mendukung, perasaan seperti ini tidak dapat digantikan oleh apa pun.
Kata Qiu Feng Wu, “Apakah mereka sudah mengetahui keberadaanmu?”
Gao Li mengangguk.
Wajah Qiu Feng Wu membeku, dia mundur beberapa langkah lalu duduk.
Akhirnya Gao Li bangun dan duduk. Dia berkata, “Tapi yang datang hanya satu orang.”
Tanya Qiu Feng Wu, “Siapa?”
“Ma Feng.”
Qiu Feng Wu menghembuskan nafas dan berkata, “Kau sudah membunuhnya?”
Gao Li menundukkan kepala dan berkata,
“Dua tahun ini yang aku pegang adalah pacul, aku merasa memacul lebih menyenangkan daripada membunuh orang.”
Kata Qiu Feng Wu, “Karena itu kau tidak mau membunuh orang.”
Gao Li tertawa kecut, “Tanah adalah benda mati, sepertinya ilmu tombakku juga sudah mati.”
Tanya Qiu Feng Wu, “Kau takut kalah darinya?”
Jawab Gao Li, “Aku tidak yakin bisa menang kali ini.”
Kata Qiu Feng Wu, “Karena itu dia masih hidup sampai saat ini.”
“Benar.”
“Sekarang dia ada di mana?”
“Ada di rumahku.”
Qiu Feng Wu terpaku. Dia tidak mengerti, setelah lama dia baru bertanya, “Shuang Shuang berada di mana?”
Jawab Gao Li, “Di sana juga.”
Wajah Qiu Feng Wu berubah dan berkata, “Kau meninggalkan Shuang Shuang di sana, dan kau sendiri yang datang ke sini?”
Wajah Gao Li mengeluarkan ekspresi sedih dan menjawab, “Karena dia tidak menyangka aku akan berani melakukan hal ini, karena itu aku datang ke sini.”
Qiu Feng Wu menarik nafas panjang dan berkata, “Aku sendiri juga tidak menyangkanya.”
Kata Gao Li, “Asal aku pulang sebelum bulan purnama, Shuang Shuang tidak akan berada dalam keadaan bahaya.”
Tanya Qiu Feng Wu, “Mengapa?”
Jawab Gao Li, “Kami berjanji akan bertarung di bulan purnama.”
Qiu Feng Wu terpaku lama lalu dia tertawa, “Aku sudah mengerti.”
“Kau mengerti apa?”
“Apakah dia sendiri yang datang ke rumahmu?”
“Benar.”
“Dia tidak yakin bisa membunuhmu karena itu dia sengaja menunggu selama beberapa hari karena dia tahu kau sendiri tidak yakin bisa membunuhnya. Dia ingin dalam beberapa hari ini terus menyiksamu hingga kau hancur karena ketakutan.”
Gao Li tertawa kecut dan berkata, “Mungkin dia ingin aku mati secara pelan-pelan karena caranya membunuh orang tidak ingin terburu-buru.”
Qiu Feng Wu melihatnya. Dia merasa orang di hadapannya ini sudah berubah dan sangat berubah banyak.
Dalam perkumpulan 15 bulan 7, dia adalah pembunuh yang paling dingin dan kejam, tapi sekarang dia tampak tidak percaya diri. Apakah dia benar-benar sudah jatuh cinta?
Pembunuh tidak boleh mencintai seseorang, semakin kejam dia membunuh maka hidupnya akan semakin lama, karena perasaan cinta inilah yang bisa membuat hati orang menjadi lemah.
Tiba-tiba Gao Li berkata, “Tapi dia tetap salah memperhitungkan satu hal.”
Tanggap Qiu Feng Wu, “Oh!”
Kata Gao Li lagi, “Dia mengira Xiao Wu sudah mati, dia tidak menyangka aku masih mempunyai seorang teman.”
Seorang pembunuh tidak pantas mempunyai teman, tidak boleh mempunyai teman juga tidak ada teman.
Kata Qiu Feng Wu, “Kau juga telah salah melakukan suatu hal.”
Kata Gao Li, “Oh.”
Kata Qiu Feng Wu lagi, “Kau tidak boleh meninggalkan Shuang Shuang seorang diri di sana, kau harus menyuruh ikut Shuang Shuang mencariku.”
Kata Gao Li, “Karena ada Shuang Shuanglah, aku takut kepada Ma Feng, dia tidak akan berani melukai Shuang Shuang.”
Kata Qiu Feng Wu, “Mungkin dia tidak berani, tapi dia bisa menyandera Shuang Shuang untuk mengancammu.”
Kata Gao Li, “Dia mempunyai banyak kesempatan, tapi dia tidak melakukannya.”
Kata Qiu Feng Wu, “Mungkin pada waktu itu, dia tidak tahu perasaanmu terhadap Shuang Shuang.”
Qiu Feng Wu melihat Gao Li lalu berkata, “Aku tanya kepadamu, jika kau pulang, dia sudah menaruh pedang di leher Shuang Shuang, dengan nyawa Shuang Shuang dan ingin menukar dengan nyawamu, bagaimana?” Gao Li merasa sekujur tubuhnya menjadi dingin seperti es.
Kata Qiu Feng Wu, “Dia tahu kau pasti tidak akan tega melihat Shuang Shuang mati di depanmu, apakah benar perkataanku ini?”
Gao Li terjatuh ke tempat tidur, keringat dingin terus mengalir seperti air hujan.
Gao Li merasa selama 2 tahun ini, Qiu Feng Wu tampak lebih dewasa juga lebih sempurna jalan pikirannya. Dia sudah mempunyai wibawa dan sikap seorang Ketua Wisma Bulu Merak.
Tapi dia juga terlihat lebih dingin dan lebih kejam. Di antara mereka siapa yang tampak lebih bahagia?
Bahagia atau tidak, tidak semuanya benar. Tiba-tiba Gao Li berkata, “Jika aku tidak memberi dia kesempatan untuk menaruh pedang di leher Shuang Shuang, bagaimana?”
Qiu Feng Wu tertawa dan berkata, “Sekarang kau sudah kembali menjadi Gao Li yang dulu.” Kata Gao Li,
“Aku tahu sekarang kau adalah tuan rumah Wisma Bulu Merak.”
Ucap Qiu Feng Wu, “Ayahku sudah meninggal.” Kata Gao Li,
“Karena itu aku ingin meminta pertolongan kepadamu.” Jawab Qiu Feng Wu,
“Katakanlah.” Kata Gao Li,
“Jika kau menolaknya, aku tidak akan marah.”
Qiu Feng Wu mendengarkan Gao Li yang bicara, tapi ekspresi wajahnya tiba-tiba menjadi sangat aneh, sepertinya dia sudah tahu apa yang diinginkan oleh Gao Li.
Kata Gao Li, “Aku ingin meminjam Badik Bulu Merak.”
Qiu Feng Wu tidak bicara sepatah katapun. Dia hanya melihat tangannya. Gao Li juga tidak bicara lagi, dia juga melihat tangan Qiu Feng Wu, sepasang tangan dengan kuku yang digunting sangat rapi dan terawat. Sepasang tangan ini sudah bukan tangan dulu yang dipenuhi oleh tanah dan darah.
Apakah orang ini masih teman yang dulu, yang mau menyerahkan nyawa demi teman?
Di luar jendela, hari semakin malam.
Di dalam rumah tidak dipasang lampu, Qiu Feng Wu dengan diam duduk di dalam kegelapan, jarinya pun tidak bergerak.
Gao Li tidak bisa melihat ekspresi wajahnya. Angin berhembus membuat daun-daun yang berada di pekarangan berguguran.
Musim gugur sudah tiba. Bulan sudah bergantung di atas pohon. Qiu Feng Wu tetap tidak bicara, juga tidak bergerak. Gao Li tidak mengatakan apa-apa, dia bangun dari tempat tidur dan mencari sepatu yang berada di bawah tempat tidur.
Qiu Feng Wu tetap tidak mengangkat kepalanya. Gao Li memakai sepatu, pelan-pelan lewat di sisi Qiu Feng Wu dan dengan pelan juga membuka pintu. Di luar cuaca dingin seperti air. Hari Gao Li juga terasa dingin, dia tidak menyalahkan Qiu Feng Wu karena dia tahu bahwa permintaannya terlalu mengada-ada. Dia tidak membalikkan kepala untuk melihat Qiu Feng Wu karena dia takut Qiu Feng Wu akan merasa sedih.
Pelan-pelan dia sudah berjalan melewati pekarangan, dia memungut selembar daun yang jatuh, melihatnya lalu menaruh lagi.
Kemudian dia merasa ada sebuah tangan memeluk pundaknya.
Sebuah tangan yang kuat dan mantap. Tangan seorang teman.
Dia memegang tangan ini, membalikkan kepala dan melihat Qiu Feng Wu. Matanya sudah bersimbah dengan air mata. Dia sudah terlalu banyak meminta. Tapi bagi teman sejati, apa pun yang dia minta, sepertinya tidak akan terlalu banyak.
Di jalan tidak ada suara.
Semua suara tidak dapat menembus ke sini karena dihalangi oleh dinding setebal 1,5 meter. Sepertinya mereka sudah berjalan selama setengah jam. Gao Li tidak ingat sudah berapa belokan dan berapa kali naik tangga, dan sudah berapa kali melewati pintu besi.
Dia hanya merasa seperti sudah masuk ke dalam sebuah kuburan raja kuno, lembab, seram, dan misterius.
Pintu yang terakhir terlihat lebih besar lagi dari pintu sebelumnya, pintu terbuat dari besi setebal 1,5 meter yang beratnya mencapai ribuan kilogram. Di pintu itu terpasang 13 buah kunci.
Qiu Feng Wu tepuk tangan, di jalan itu yang tadinya tidak terlihat ada seorang pun, tiba-tiba muncul 12 orang.
Mereka adalah orang tua, rambutnya sudah memutih, yang paling muda terlihat sudah berusia 50 tahun.
Sikap mereka begitu serius, langkah mereka sangat ringan. Sekali melihat mereka, sudah tahu bahwa mereka adalah 12 orang pesilat tangguh. Dari balik pakaian, mereka masing- masing mengeluarkan sebuah kunci dan masing-masing memasukkan ke dalam lubang kunci.
Kunci diikat dengan rantai besi di balik pakaian mereka. Kunci yang terakhir berada di balik pakaian Qiu Feng Wu.
Begitu Qiu Feng Wu membuka kunci yang terakhir, keduabelas orang ini sudah menghilang.
Apakah mereka itu manusia? Apakah mereka adalah setan yang keluar dari dalam tanah untuk menjaga tempat terlarang ini?
Pintu sudah terbuka.
Qiu Feng Wu entah menepuk ke bagian mana, pintu seberat ribuan kilogram ini seperti sihir, membuka sendiri.
Angin yang berhembus terlihat seram dan dingin, segera menghembus keluar dari dalam ruangan itu.
Dari balik pintu ada sebuah ruangan yang terbuat dari batu. Di dinding penuh dengan lumpur dan masih terpasang 6 buah lampu.
Cahaya lampu terlihat sangat seram, seperti api setan. Di ruangan batu ini tersimpan bermacam-macam senjata aneh, ada juga senjata yang belum pernah dilihat oleh Gao Li.
Qiu Feng Wu mendorong batu besar, di dalam tersimpan sebuah peti besi. Mungkin Badik Bulu Merak tersimpan di dalam peti besi itu. Gao Li baru mengerti bahwa barang yang dimintanya tcrlalu mahal.
Walaupun terhadap teman baik, tapi permintaan ini terlalu banyak. Qiu Feng Wu membuka peti besi mengeluarkan sebuah tempat berbentuk silinder yang berkilauan. Wadah silinder ini sangat licin, dilihat sekilas seperti barang yang sangat biasa, hanya saja wadah ini terbuat dari emas murni.
Suatu benda bila semakin berharga, terlihat dari luar semakin biasa, karena hal seperti itu baru bisa menjaga kemisteriusannya.
Qiu Feng Wu membawa benda itu dengan kedua tangannya dan memberikannya kepada Gao Li. Wajah Qiu Feng Wu terlihat sangat serius, serius sekaligus sedih. Gao Li melihat dia, kemudian melihat Bulu Merak yang dipegang oleh Qiu Feng Wu, hatinya pun merasa berat. Kecuali mereka berdua, tidak ada orang yang bisa tahu dari mana datangnya perasaan ini.
Setelah lama Gao Li baru berkata,
“Sebenarnya kau tidak perlu meminjamkannya kepadaku.” Kata Qiu Feng Wu,
“Tapi aku ingin meminjamkannya.”
Kata Gao Li, “Aku pasti akan mengembalikannya kepadamu.”
“Aku percaya kepadamu.”
Akhirnya Gao Li mengulurkan tangannya. Segera jarinya menyentuh senjata rahasia yang sangat misterius itu. Dalam saat itu juga, hatinya diselimuti oleh perasaan yang misterius yang tidak bisa dilukiskan, seperti orang yang terkena mantra. Mantra ini membuat dia diselimuti oleh tenaga yang misterius.
Kata Qiu Feng Wu, “Di atasnya ada 2 buah tombol.”
Kata Gao Li, “Aku sudah melihatnya.”
Kata Qiu Feng Wu; “Bila menekan tombol yang pertama, maka rangka-rangkanya akan bergerak. Menekan tombol yang kedua, di dunia ini tidak akan ada orang yang bisa menolong Ma Feng.”
Gao Li menghembuskan nafas panjang, sepertinya dia sudah bisa melihat bayangan Ma Feng roboh ke bawah.
Qiu Feng Wu terdiam, kemudian pelan-pelan berkata, “Seharusnya aku menemanimu pulang, jika aku pergi Bulu Merak tidak akan bisa dipakai.”
Kata Gao Li, “Aku...aku...”
Kata Qiu Feng Wu, “Aku tahu maksudmu, kau tidak ingin tanganku menyentuh darah lagi dan tidak ingin aku mendapatkan kesulitan lagi.”
Kata Gao Li, “Karena identitasmu sekarang sudah berbeda dengan yang dulu.”
Qiu Feng Wu mengangguk, dia tertawa kemudian berkata, “Aku lupa memberitahumu sesuatu, aku sudah mempunyai putra.”
Gao Li memegangnya dan berkata, “Lain kali bila aku datang, aku akan menemuinya.”
Kata Qiu Feng Wu, “Kau harus melihat dia.”
“Aku janji.”
Kata Qiu Feng Wu, “Kau harus berjanji satu hal kepadaku.”
“Katakanlah!”
Sikap Qiu Feng Wu menjadi sangat serius dan berkata, “Bulu Merak bukan alat untuk membunuh orang.”
Gao Li menjadi aneh dan berkata, “Apakah bukan?”
Kata Qiu Feng Wu, “Benar, senjata rahasia fungsinya juga sama seperti senjata biasa, senjata bukan untuk membunuh tapi untuk mencegah terjadinya pembunuhan.”
Gao Li mengangguk.
Dia tidak begitu mengerti dengan kata-kata Qiu Feng Wu, dia merasa pikirannya dan Qiu Feng Wu sudah berbeda.
Tapi dia tidak mau mengakuinya.
Kata Qiu Feng Wu, “Singkatnya tujuan pemakaian Senjata Rahasia Bulu Merak bukan untuk membunuh orang tapi untuk menolong orang karena itu...”
Dia memegang tangan Gao Li dan berkata, “Aku minta kau berjanji, jika bukan karena terpaksa jangan gunakan Bulu Merak.”
Gao Li menghembuskan nafas panjang. Sekarang dia sudah mengerti apa yang dimaksud oleh Qiu Feng Wu.
Paling sedikit dia sudah mengerti sedikit. Dia memegang tangan Qiu Feng Wu dan berkata, “Aku berjanji, kalau bukan karena terpaksa, aku tidak menggunakannya.”
Gao Li menegakkan tubuh, lalu berjalan keluar. Langkah kakinya jauh lebih ringan dibanding pada waktu dia datang karena dia sudah tidak takut dan tidak merasa bimbang lagi.
Sekarang Bulu Merak Ling sudah berada di tangannya.
Nyawa Ma Feng pun sudah berada di tangannya. Dia tidak perlu merasa khawatir lagi, orang yang harus khawatir adalah Ma Feng.
***
Tiap rumah pasti ada kursi yang nyaman, biasanya kursi itu diduduki oleh tuan rumah.
Tuan rumah ini adalah Gao Li, tapi yang duduk dengan nyaman di kursi itu adalah Ma Feng. Dengan cara yang paling nyaman dia duduk dan melihat Shuang Shuang berdiri di hadapannya.
Dia berkata, “Sudah 5 hari, suamimu sudah pergi selama 5 hari.”
Shuang Shuang mengangguk.
Shuang Shuang merasa tidak nyaman.
Ma Feng melihatnya dan bertanya, “Apakah kau tahu dia pergi ke mana?”
Jawab Shuang Shuang, “Tidak tahu.”
Tanya Ma Feng lagi, “Apakah dia akan segera pulang?”
Jawab Shuang Shuang, “Tidak tahu.”
“Apakah semuanya kau tidak tahu?”
“Benar.”
“Kau tidak bertanya kepadanya?”
“Tidak.”
“Tapi kau adalah istrinya.”
Kata Shuang Shuang, “Karena aku adalah istrinya maka aku tidak bertanya kepadanya.”
“Mengapa?”
“Karena laki-laki paling tidak suka bila perempuan banyak tanya, jika aku banyak tanya, dia akan meninggalkan aku.”
Mata Ma Feng sudah mengeluarkan rasa marahnya.
Kata-kata seperti ini, sudah dia dengar selama beberapa kali. Dia menunggu perempuan ini merasa lelah, hancur, dan akan berkata jujur. Dia tidak memakai kekerasan karena dia takut perempuan ini tidak akan bisa bertahan. Dia juga tahu jika perempuan ini mati, bagi dia hanya ada rugi, tidak ada untung.
Sekarang dia merasa yang lelah bukan perempuan itu melainkan dirinya sendiri. Dia tidak habis pikir dengan tenaga apa perempuan cacat itu bisa bertahan sampai sekarang.
Tiba-tiba Shuang Shuang balik bertanya, “Kau mengkhawatirkan apa? Khawatir dia mencari bala bantuan?”
Ma Feng tertawa dingin dan berkata, “Dia tidak bisa mencari orang lain untuk membantunya karena dia sama seperti diriku tidak mempunyai teman.”
Kata Shuang Shuang, “Kalau begitu, mengapa kau masih merasa khawatir?”
Ma Feng tidak menjawab, sebenarnya kata-kata ini seharusnya dia yang bertanya kepada dirinya sendiri.
Gao Li seperti seekor binatang yang sudah masuk ke dalam perangkap, hanya pasrah menunggu orang datang untuk menyembelihnya. Tapi dia sendiri juga tidak tahu, mengapa dia begitu merasa khawatir?
Setelah lama Ma Feng baru berkata, “Entah dia pergi ke mana, dia pasti akan pulang.”
Tanya Shuang Shuang, “Apakah kau sedang menghibur diri sendiri?”
Ucap Ma Feng, “Oh!”
Kata Ma Feng lagi, “Bila dia tidak kembali, kau yang akan mati.”
Shuang Shuang menarik nafas dan berkata, “Aku tahu itu.”
“Dia pasti tidak akan tega meninggalkanmu.”
“Belum tentu.”
“Mengapa belum tentu?”
Jawab Shuang Shuang sambil menarik nafas, “Kau bisa melihat, aku bukan perempuan yang bisa membuat seorang laki-laki bertekuk lutut di hadapanku.”
Wajah Ma Feng berubah dan berkata, “Tapi dia selalu baik kepadamu.”
Ucap Shuang Shuang, “Memang dia selalu baik kepadaku, jika sekarang dia meninggalkan aku, aku juga tidak akan menyalahkan dia.”
Wajah Shuang Shuang terlihat seperti sangat sedih, dengan pelan dia berkata lagi, “Jika dia kembali lagi, belum tentu karena aku, tapi demi dirimu.”
Tanya Ma Feng, “Mengapa harus demi diriku?”
Jawab Shuang Shuang, “Untuk membunuhmu!”
Tiba-tiba tangan Ma Feng menjadi kaku. Setelah lama dia baru bisa tertawa dingin dan berkata, “Apakah kau takut aku menyanderamu untuk mengancamnya?”
Baru saja berkata berkata seperti itu, tiba-tiba Shuang Shuang tertawa dan berkata, “Kau mau mengancamnya?”
Shuang Shuang tertawa, tertawa dengan sedih,
“Dia itu orang seperti apa? Kau bahkan lebih tahu daripada aku. Kau dan dia adalah orang yang sejenis, apakah kau mengira dia akan mengorbankan dirinya untuk menolongku?”
Wajah Ma Feng berubah lagi dan berkata, “Dia bukan aku.”
Kata Shuang Shuang, “Kau kira dia benar-benar baik kepadaku?”
Kata Ma Feng, “Aku bisa melihatnya.”
Kata Shuang Shuang, “Karena dia berpura-pura di depanmu.”
“Mengapa?”
“Di depanmu dia berpura-pura baik kepadaku. Sengaja membuatmu percaya bahwa dia tidak akan tega meninggalkanku. Saat kau lengah, dia mempunyai kesempatan untuk kabur.”
Muka Shuang Shuang mengeluarkan sikap benci dan berkata, “Jika dia baik kepadaku, dia tidak akan pergi seorang diri.”
Ma Feng terpaku, hatinya mulai merasa tenggelam.
Tiba-tiba Shuang Shuang berkata, “Tapi dia tetap akan pulang untuk membunuhmu.”
Tangan Ma Feng tiba-tiba memegang pedangnya dengan erat karena dia sudah mendengar ada langkah seseorang yang datang. Langkahnya ringan dan mantap. Semua orang bisa tahu, orang ini terdengar bersemangat dan keadaan emosinya sangat stabil.
Jika tidak bisa mendengar pasti bisa melihat. Sekarang Gao Li sudah kembali dengan langkah yang mantap. Matanya bersinar dan penuh dengan semangat. Dua hari ini dia bisa tidur nyenyak, di dalam hatinya tidak ada rasa ketakutan. Ma Feng merasa kursi yang didudukinya menjadi tidak nyaman.
Gao Li sama sekali tidak melihat dia seakan-akan tidak ada Ma Feng di dalam rumahnya.
Shuang Shuang sudah bisa mendengar suara langkah Gao Li. Wajahnya segera tersenyum dan dengan lembut berkata, “Kau sudah kembali?”
Jawab Gao Li, “Ya, aku sudah kembali.”
Tanya Shuang Shuang, “Waktu makan malam segera tiba, kau ingin makan apa?”
Jawab Gao Li, “Apa pun boleh, aku merasa sangat lapar.”
Shuang Shuang tertawa dan berkata, “Sepertinya masih ada daging yang diasinkan, aku panaskan untukmu.”
Jawab Gao Li, “Lebih baik ditambah sedikit bawang daun.”
Terlihat Gao Li seperti baru berkeliling sebentar dan pulang.
Meski lelah, tapi dia merasa senang karena itu dia terlihat sangat santai. Tadinya dia seperti seekor binatang yang masuk ke dalam perangkap. Sekarang dia seperti pemburu yang mengejar binatang buruannya. Pemburu yang penuh pengalaman, penuh tekad, dan rasa percaya diri.
Kekuatan apa yang mengubahnya menjadi seperti itu?
Ma Feng tidak mengerti. Hatinya semakin takut menghadapi hal yang dia tidak mengerti atau tidak bisa dijelaskan, dia merasa semakin takut. Shuang Shuang lewat dari sisi Ma Feng dan masuk ke dapur.
Ma Feng tidak melarangnya.
Sebenarnya dia ingin menyandera Shuang Shuang untuk mengancam Gao Li tapi entah mengapa dia merasa cara ini tidak dewasa juga sangat memalukan. Dari dapur sudah keluar harum daging yang dimasak dengan bawang daun.
Tiba-tiba Gao Li tertawa dan berkata, “Dia seorang perempuan yang jago masak.”
Ma Feng mengangguk.
Dia tidak tahu maksud Gao Li, dia hanya bisa mengangguk.
Kata Gao Li, “Dia juga sangat mengerti suaminya.”
“Memang dia tidak bodoh.”
Gao Li tersenyum dan bertanya, “Sebenarnya tadi kau ingin mengatakan apa?”
Ma Feng hanya diam.
Akhirnya Gao Li dengan pelan menjawab sendiri, “Aku bilang jika tadi kau menyandera dia untuk mengancamku, mungkin bila kau menyuruhku supaya memotong kepalaku, aku akan melakukannya.”
Mulut Ma Feng tersumbat, dia tidak bisa berkata apa-apa lagi.
Kata Gao Li, “Sekarang sudah tidak ada waktu lagi.”
Dengan wajah seram Gao Li berkata, “Sekarang jika kau mulai bergerak aku akan langsung membunuhmu. Aku membunuh orang tidak perlu menunggu hingga saat bulan pumama.” Suaranya tegas dan tenang, seperti seorang hakim yang menjatuhkan vonis kepada tersangka.
Ma Feng tertawa. Dia benar-benar tertawa, tapi dia sendiri juga merasa tawanya sangat dipaksakan.
Kata Gao Li, “Sekarang kau boleh tertawa, karena aku akan membiarkanmu menunggu hingga bulan pumama.”
Kata Ma Feng, “Karena itu kau tidak bisa tertawa.”
Jawab Gao Li, “Aku tidak bisa tertawa karena membunuh orang tidak boleh tertawa.”
Tanya Ma Feng, “Dengan apa kau akan membunuh? Dengan paculmu?”
“Dengan pacul pun aku bisa membunuhmu.”
Ma Feng sudah tidak bisa tertawa lagi. Dia sudah mulai merasa kursi itu terlalu keras.
Di dapur terdengar suara Shuang Shuang, “Nasi sudah dingin, kita buat nasi goreng bagaimana?”
“Baiklah.”
“Mau masak berapa mangkuk?”
“Dua mangkuk saja, untuk kita berdua, masing-masing satu mangkuk.”
“Bagaimana dengan tamunya?”
“Tidak perlu disiapkan, karena dia tidak akan bisa makan.”
Memang Ma Feng tidak bisa makan.
Tanya Gao Li, “Apakah kau ingin muntah?”
Ma Feng balik bertanya, “Mengapa aku harus muntah?”
Jawab Gao Li, “Karena kau takut, aku pun mempunyai pengalaman seperti itu.”
Tanya Ma Feng, “Kau kira aku takut kepadamu?”
Jawab Gao Li, “Karena kau pasti sudah tahu, kapan pun aku bisa membunuhmu. Sekarang kau masih bisa hidup karena aku belum ingin membunuhmu. Aku belum membunuhmu karena aku tidak terbiasa dengan perut kosong membunuh orang.”
Ma Feng melihatnya, tiba-tiba dia sudah meloncat dan siap menusuk. Tusukan pedang cepat, tepat, dan kejam.
Tapi dia sudah melanggar peraturannya sendiri dalam membunuh orang. Dia membunuh orang selalu lambat. Tapi tusukan pedang ini tidak lambat, hanya terlihat kilauan pedang. Pedang sudah menusuk mengarah ke leher Gao Li.
Gao Li masih dalam posisi duduk, tangannya berada di bawah meja. Dia duduk dan tidak bergerak. Tapi tombaknya sudah keluar dari bawah meja. Ujung pedang jaraknya hanya 3 inchi dari tenggorokan.
Dia tidak bergerak, karena tombak dia sudah menancap di perut Ma Feng. Ma Feng masih bergerak. Dia melihat Gao Li. Matanya penuh keheranan, takut dan banyak pertanyaan yang ingin ditanyakan.
Dia berkata, “Kau... kau benar-benar membunuhku?”
Jawab Gao Li, “Aku sudah bilang, aku akan membunuhmu!”
Kata Ma Feng, “Sebenarnya kau tidak bisa membunuhku.”
Jawab Gao Li, “Tapi aku sudah melakukannya.”
Kata Ma Feng, “Tapi aku tidak percaya.”
Kata Gao Li, “Kau harus percaya dengan semua ini.”
Sepertinya Ma Feng masih ingin mengatakan sesuatu tapi daging di tenggorokannya sudah membeku.
Kata Gao Li, “Sebenarnya aku tidak yakin bisa membunuhmu, tapi sekarang aku sangat yakin. Sekarang atau kapan pun aku bisa membunuhmu.”
Ma Feng seperti bertanya, “Mengapa?”
Jawab Gao Li, “Karena aku mempunyai seorang teman. Teman yang baik.”
Ma Feng akhirnya menarik nafas panjang.
Dia tidak mempunyai teman. Dia tidak memiliki apa-apa.
***
Gao Li membuka tangannya lebar-lebar. Shuang Shuang sudah masuk ke dalam pelukannya.
Mereka saling peluk, semua bencana sudah lewat.
Sesudah melewati ujian ini, perasaan mereka akan lebih kokoh dan tegar. Mereka saling mengandalkan dan saling percaya. Di dunia ini tidak akan ada yang bisa memisahkan mereka. Tapi ini bukan akhir dari cerita ini. Sebenarnya cerita ini baru saja dimulai.