15

image

INKUISITOR AGUNG HOGWARTS

MEREKA mengira harus membaca Daily Prophet dengan teliti esok harinya untuk bisa menemukan artikel yang disebutkan Percy dalam suratnya. Namun ternyata, burung hantu si pembawa koran baru saja meninggalkan bagian atas teko susu ketika Hermione terpekik dan meratakan koran itu. Tampak foto besar Dolores Umbridge, tersenyum lebar dan mengedip pelan kepada mereka dari bawah judul utama:

KEMENTERIAN MENCARI PERBAIKAN SISTEM PENDIDIKAN

DOLORES UMBRIDGE DITUNJUK MENJADI INKUISITOR AGUNG PERTAMA

”Umbridge—Inkuisitor Agung?” kata Harry muram, roti panggangnya yang baru separo dimakan meluncur terjatuh dari jari-jarinya. ”Apa artinya itu?”

Hermione membaca keras-keras:

”Dalam tindakan mengejutkan semalam, Kementerian Sihir mengeluarkan undang-undang baru yang memberi mereka kontrol tak terbatas atas Sekolah Sihir Hogwarts.

”’Menteri Sihir sudah beberapa waktu mencemaskan hal-hal yang terjadi di Hogwarts,’ kata Asisten Junior Menteri, Percy Weasley. ’Beliau sekarang menanggapi keprihatinan yang diutarakan oleh para orangtua yang cemas, yang merasa sekolah mungkin sedang menuju arah yang tidak mereka setujui.’

”Ini bukan pertama kalinya dalam beberapa minggu terakhir ini Menteri Sihir, Cornelius Fudge, memberlakukan undang-undang baru untuk mengefektifkan perbaikan di sekolah sihir. Baru tanggal 30 Agustus lalu, Dekrit Pendidikan Nomor Dua Puluh Dua dikeluarkan, untuk memastikan bahwa, dalam hal Kepala Sekolah tidak sanggup menyediakan calon untuk mengajar, Kementerian akan memilih orang yang cocok.

”’Begitulah maka Dolores Umbridge ditunjuk menjadi staf guru di Hogwarts,’ kata Weasley semalam. ’Dumble-dore tidak bisa mendapatkan pengajar, maka Menteri memasukkan Umbridge, dan tentu saja, dia langsung sukses besar…’”

”Dia langsung APA?” seru Harry keras.

”Tunggu, masih ada lagi,” kata Hermione suram.

”’…sukses besar, secara menyeluruh merombak pengajaran Pertahanan terhadap Ilmu Hitam dan memberi Menteri masukan langsung tentang apa saja yang terjadi di Hogwarts.’

”Fungsi terakhir inilah yang sekarang diresmikan dengan diberlakukannya Dekrit Pendidikan Nomor Dua Puluh Tiga, yang mengadakan jabatan baru Inkuisitor Agung Hogwarts.

”’Ini fase baru menggembirakan dalam rencana Menteri untuk berusaha mengatasi apa yang oleh sebagian orang disebut menurunnya standar Hogwarts,’ kata Weasley. ’Inkuisitor akan memiliki kekuasaan untuk menginspeksi rekan-rekan pengajarnya dan memastikan bahwa mereka memenuhi syarat. Jabatan ini ditawarkan kepada Profesor Umbridge sebagai tambahan jabatannya sebagai pengajar dan kami senang menyampaikan bahwa beliau telah menerimanya.’

”Tindakan-tindakan baru Kementerian mendapat dukungan antusias dari para orangtua murid Hogwarts.

”’Saya merasa jauh lebih lega sekarang setelah mengetahui Dumbledore menjalani evaluasi yang objektif dan adil,’ kata Mr Lucius Malfoy, 41, berbicara dari rumahnya yang besar di Wiltshire semalam. ’Banyak dari kami—yang memikirkan kesejahteraan anak-anakmencemaskan beberapa keputusan eksentrik Dumbledore dalam beberapa tahun terakhir ini dan kami senang mengetahui Kementerian sekarang mengawasi situasi ini.’

”Di antara keputusan-keputusan eksentrik itu tak diragukan lagi adalah penunjukan staf guru kontroversial yang pernah ditulis dalam surat kabar ini, termasuk di antaranya mempekerjakan manusia serigala Remus Lupin, setengah-raksasa Hagrid, dan mantan-Auror ’Mad-Eye’ Moody yang menderita penyakit khayalan.

”Telah banyak beredar desas-desus bahwa Albus Dumbledore, yang tadinya menjabat Supreme Mugwump Konfederasi Sihir Internasional dan Chief Warlock Wizengamot, sekarang tak lagi sanggup mengelola sekolah bergengsi Hogwarts.

”’Saya rasa penunjukan Inkuisitor adalah langkah pertama untuk memastikan bahwa Hogwarts memiliki kepala sekolah yang bisa membuat kita semua tenang,’ kata orang dalam Kementerian semalam.

”Tetua Wizengamot Griselda Marchbanks dan Tiberius Ogden telah mengundurkan diri sebagai protes terhadap diterapkannya jabatan Inkuisitor di Hogwarts.

”’Hogwarts adalah sekolah, bukan kantor cabang Cornelius Fudge,’ kata Madam Marchbanks. ’Ini usaha lanjutan yang menjijikkan untuk mendiskreditkan Albus Dumbledore.’

”(Artikel lengkap tentang hubungan Madam Marchbanks dengan kelompok-kelompok subversif goblin yang banyak dibicarakan bisa dibaca di halaman tujuh belas).”

Hermione selesai membaca dan memandang kedua temannya di seberang meja.

”Jadi sekarang kita tahu kenapa Umbridge menjadi guru kita! Fudge mengeluarkan ’Dekrit Pendidikan’ ini dan memaksakan dia kepada kita! Dan sekarang dia telah memberinya kekuasaan untuk menginspeksi guru-guru lain!” Hermione bernapas cepat dan matanya berkaca-kaca. ”Aku tak bisa mempercayainya! Ini keterlaluan!”

”Aku tahu,” kata Harry. Dia menunduk menatap tangan kanannya yang terkepal di atas meja dan melihat bekas putih samar tulisan yang dipaksakan Umbridge ditorehkan ke kulitnya.

Tetapi cengiran melebar di wajah Ron.

”Apa?” tanya Harry dan Hermione bersamaan, keheranan menatapnya.

”Oh, aku tak sabar ingin melihat McGonagall diinspeksi,” kata Ron senang. ”Umbridge takkan tahu apa yang telah menghantamnya.”

”Nah, ayo,” kata Hermione melompat bangun, ”sebaiknya kita pergi sekarang, kalau dia menginspeksi kelas Binns, kita jangan sampai terlambat….”

Tetapi Profesor Umbridge tidak menginspeksi pelajaran Sejarah Sihir, yang sama membosankannya dengan Senin lalu. Dia pun tak ada di kelas bawah tanah Snape ketika mereka tiba untuk mengikuti dua jam Ramuan. Esai batu bulan Harry dikembalikan kepadanya dengan huruf D besar dan hitam terpampang di sudut atas.

”Kuberikan kepada kalian nilai yang akan kalian dapatkan seandainya kalian menyerahkan tugas ini dalam OWL,” kata Snape menyeringai, ketika dia berjalan di antara mereka, mengembalikan PR ke setiap anak. ”Ini akan memberi kalian gambaran realistis mengenai apa yang akan kalian terima dalam ujian.”

Snape tiba di depan kelas dan menghadap mereka.

Kualitas rata-rata PR ini rendah sekali. Sebagian besar dari kalian tidak lulus seandainya ini ujian. Aku mengharapkan usaha yang jauh lebih keras untuk esai minggu ini tentang berbagai jenis penangkal racun, kalau tidak, aku terpaksa akan memberikan detensi kepada mereka yang mendapat ’D’.”

Dia menyeringai ketika Malfoy mengikik dan berkata dalam bisikan yang terdengar ke seluruh kelas, ”Ada yang dapat ’D’? Ha!’”

Harry menyadari bahwa Hermione melirik untuk melihat nilainya; dia menyelipkan esai batu bulannya ke dalam tas secepat mungkin, merasa orang lain lebih baik tidak tahu nilainya.

Bertekad tidak akan memberi alasan bagi Snape untuk tidak meluluskannya dalam pelajaran ini, Harry membaca dan mengulang baca setiap baris instruksi di papan tulis setidaknya tiga kali, sebelum mempraktek-kannya. Cairan Penguat-nya tidaklah bening hijau toska seperti cairan Hermione, tetapi paling tidak berwarna biru, bukannya merah jambu seperti cairan Neville, dan dia menyerahkan sebotol cairan itu ke meja Snape pada akhir pelajaran dengan campuran perasaan menantang dan lega.

”Tidak seburuk minggu lalu, kan?” komentar Hermione ketika mereka menaiki tangga ruang bawah tanah dan menyeberangi Aula Depan untuk makan siang. ”Dan PR-nya juga tidak begitu jelek, kan?”

Ketika baik Ron maupun Harry tidak menjawab, dia mendesak, ”Maksudku, baiklah, aku tidak mengharapkan nilai tinggi, tidak kalau dia menilainya berdasarkan standar OWL, tapi nilai ’cukup’ sudah lumayan menggembirakan, bukan?”

Harry mengeluarkan suara ”tak-menyatakan-pen-dapat” di tenggorokannya.

”Tentu saja banyak yang bisa terjadi antara sekarang dan ujian nanti, kita punya banyak waktu untuk memperbaiki diri, tapi nilai-nilai yang kita dapatkan sekarang jadi semacam dasar, kan? Sesuatu yang bisa kita tingkatkan ”

Mereka duduk di meja Gryffindor.

”Tentu saja aku akan senang sekali kalau aku dapat ’O’…”

”Hermione,” tukas Ron tajam, ”kalau kau ingin tahu nilai kami, tanya saja.”

”Aku tidak—aku tidak bermaksud—yah, kalau kalian mau memberitahuku…”

”Aku dapat ’P’,” kata Ron, menyendokkan sup ke dalam mangkuknya. ”Senang?”

”Tak perlu malu kalau begitu,” kata Fred, yang baru saja tiba di meja bersama George dan Lee Jordan dan duduk di sebelah kanan Harry. ”Tak ada yang salah dengan huruf ’P’ yang bagus dan sehat.”

”Tapi,” kata Hermione, ”bukankah ’P’ itu…?”

”’Poor’—parah, yeah,” kata Lee Jordan. ”Tapi masih lebih baik daripada ’D’, kan? ’D—Dreadful’, mengerikan?”

Harry merasa wajahnya memanas dan dia berpura-pura terbatuk setelah menelan rotinya. Ketika batuknya berhenti, dia menyesal ternyata Hermione masih bersemangat membicarakan nilai OWL.

”Jadi, nilai tertinggi adalah ’O’ untuk ’Outstanding’—Istimewa,” dia berkata, ”lalu ’A’…”

”Bukan, ’E’,” George mengoreksinya. ”’E’ untuk ’Exceeds Expectations’…Di Luar Dugaan. Dan menurutku seharusnya Fred dan aku mendapat nilai ’E’ untuk semua pelajaran, karena kami hadir dalam ujian saja sudah di luar dugaan.”

Semua tertawa, kecuali Hermione, yang melanjutkan, ”Jadi, sesudah ’E’ baru ’A’ untuk ’Acceptable’—Cukup, dan ini batas nilai lulus, kan?”

”Yep,” kata Fred, memasukkan segumpal roti bulat-bulat ke dalam supnya, lalu memindahkannya ke dalam mulutnya dan menelannya.

”Lalu sesudah itu kau dapat ’P’ untuk ’Poor’—Parah—” Ron mengangkat kedua tangannya seperti menyambut kemenangan—”dan ’D’ untuk ’Dreadful’—Mengerikan.”

”Dan kemudian ’T’,” George mengingatkannya.

”’T’?” tanya Hermione, tampak ngeri. ”Masih lebih rendah daripada ’D’? Singkatan apa ’T’ itu?”

”’Troll’,” sahut George segera.

Harry tertawa lagi, meskipun dia tak yakin George bergurau atau tidak. Dia membayangkan dirinya berusaha menyembunyikan nilai-nilai T yang didapatnya dalam OWL, dan segera memutuskan untuk belajar lebih giat mulai sekarang.

”Pelajaran kalian sudah ada yang diinspeksi?” Fred menanyai mereka.

”Belum,” kata Hermione segera. ”Kalian sudah?”

”Baru saja, sebelum makan siang ini,” kata George. ”Mantra.”

”Seperti apa?” Harry dan Hermione bertanya bersamaan.

Fred mengangkat bahu.

”Tidak parah-parah amat. Umbridge cuma bersembunyi di sudut, mencatat-catat di atas clipboard. Kalian tahu sendiri si Flitwick seperti apa, dia memperlakukan Umbridge seperti tamu, Umbridge sama sekali tak tampak mengganggunya. Umbridge juga tidak banyak bicara. Mengajukan dua pertanyaan kepada Alicia tentang bagaimana biasanya pelajarannya. Alicia bilang pelajarannya benar-benar bagus, hanya itu.”

”Aku bisa membayangkan si Flitwick dinilai oke,” kata George, ”semua muridnya biasanya lulus.”

”Sore ini pelajaran siapa?” Fred bertanya kepada Harry.

”Trelawney…”

”Cocok deh untuk dapat ’T’.”

”…dan Umbridge sendiri.”

”Kalau begitu kau baik-baiklah dan jangan sampai marah kepada Umbridge hari ini,” nasihat George. ”Angelina akan ngamuk kalau kau tidak datang latihan Quidditch lagi.”

Harry tak perlu menunggu sampai Pertahanan terhadap Ilmu Hitam untuk bertemu Profesor Umbridge. Dia sedang mengeluarkan Buku Harian Mimpi-nya, duduk di bangku paling belakang dalam kelas Ramalan yang remang-remang, ketika Ron menyiku rusuknya, dan berpaling, Harry melihat Profesor Umbridge muncul dari pintu tingkap di lantai. Anak-anak, yang sedang ngobrol riang, langsung diam. Kelas yang mendadak tanpa suara membuat Profesor Trelawney, yang sedang berkeliling membagikan buku Tafsir Mimpi, berbalik.

”Selamat sore, Profesor Trelawney,” sapa Profesor Umbridge dengan senyum lebarnya. ”Anda menerima pesanku, kan? Yang menyebutkan waktu dan tanggal inspeksi Anda?”

Profesor Trelawney mengangguk singkat dan, tampak sangat tidak puas, berbalik memunggungi Profesor Umbridge dan meneruskan membagikan buku. Masih tersenyum, Profesor Umbridge memegang punggung kursi berlengan terdekat dan menariknya ke depan kelas, sampai hanya berjarak beberapa senti saja di belakang kursi Profesor Trelawney. Dia kemudian duduk, mengeluarkan clipboard dari tasnya yang bermotif bunga, dan menengadah penuh harap, menunggu pelajaran dimulai.

Profesor Trelawney menarik syal-syalnya rapat-rapat ke tubuhnya dengan tangan agak gemetar dan mengawasi murid-muridnya lewat lensa-pembesar kacamatanya.

”Kita akan melanjutkan mempelajari arti mimpi hari ini,” katanya, berusaha bernada mistis seperti biasa, walaupun suaranya agak bergetar. ”Kalian silakan berpasangan dan tafsirkan impian terakhir masing-masing dengan bantuan Tafsir Mimpi.”

Dia sudah hendak kembali ke kursinya, melihat Profesor Umbridge duduk persis di sebelahnya, dan langsung berbelok ke kiri ke arah Parvati dan Lavender, yang sudah asyik mendiskusikan mimpi terakhir Parvati.

Harry membuka buku Tafsir Mimpi-nya, mengawasi Umbridge dengan sembunyi-sembunyi. Dia sudah mencatat-catat di clipboard-nya. Beberapa menit kemudian dia bangkit berdiri dan mulai berkeliling ruangan di belakang Trelawney, mendengarkan percakapannya dengan murid-murid dan di sana-sini mengajukan pertanyaan. Harry buru-buru menunduk di atas bukunya.

”Pikirkan mimpi apa saja,” dia berkata kepada Ron, ”siapa tahu kodok tua itu ke sini.”

”Kan terakhir kali sudah aku,” protes Ron, ”sekarang giliranmu, kau yang menceritakan mimpimu.”

”Oh, entahlah…” kata Harry putus asa, seingatnya dia tidak mimpi apa pun beberapa hari belakangan ini. ”Kita bilang saja aku mimpi… menenggelamkan Snape dalam kualiku. Yah, itu boleh juga.…”

Ron terkekeh ketika membuka buku Tafsir Mimpinya.

”Oke, kita harus menambahkan umurmu ke tanggal hari kau mimpi, jumlah huruf dalam pokok persoalannya… apa nih, ’menenggelamkan’ atau ’kuali’ atau ’Snape’?”

”Apa sajalah, pilih saja,” kata Harry, memberanikan diri menoleh. Profesor Umbridge sekarang berdiri mencatat di belakang bahu Profesor Trelawney sementara guru Ramalan ini menanyai Neville soal Buku Harian Mimpi-nya.

”Malam kapan kau memimpikannya?” tanya Ron, sibuk menjumlah.

”Entahlah, semalam, semaumu deh,” Harry berkata kepadanya, berusaha mendengarkan apa yang dikatakan Umbridge kepada Profesor Trelawney. Mereka tinggal satu meja lagi dari mejanya. Profesor Umbridge mencatat di clipboard-nya dan Profesor Trelawney tampak luar biasa jengkel.

”Nah,” kata Umbridge, memandang Trelawney, ”sudah berapa lama persisnya Anda mengajar pelajaran ini?”

Profesor Trelawney memandangnya marah, lengannya bersilang, dan bahunya membungkuk ke depan seakan dia ingin melindungi dirinya sebisa mungkin dari inspeksi menghina ini. Setelah diam sesaat memikirkan apakah pertanyaan itu tidak begitu menyinggung perasaan sehingga cukup masuk akal jika dia mengabaikannya, dia berkata dengan nada sangat benci, ”Hampir enam belas tahun.”

”Cukup lama,” kata Profesor Umbridge, mencatat lagi di clipboard-nya. ”Jadi, Profesor Dumbledore yang menunjuk Anda?”

”Betul,” kata Profesor Trelawney pendek.

Profesor Umbridge mencatat lagi.

”Dan Anda cicit Peramal terkenal Cassandra Trelawney?”

”Ya,” kata Profesor Trelawney, kepalanya sedikit lebih tegak.

Mencatat lagi.

”Tapi saya rasa—betulkan kalau saya keliru—Andalah yang pertama, sejak Cassandra, yang memiliki Penglihatan Kedua?”

”Hal semacam ini sering melewati—eh—tiga generasi,” Profesor Trelawney menjelaskan.

Senyum Profesor Umbridge yang seperti senyum kodok melebar.

”Tentu saja,” katanya manis, mencatat lagi. ”Nah, kalau begitu, Anda bisa meramalkan sesuatu untukku?” Dan dia mendongak ingin tahu, masih tersenyum.

Profesor Trelawney menegang seakan tak mempercayai telinganya. ”Saya tak mengerti Anda,” katanya, mencengkeram syal di sekeliling lehernya yang kurus.

”Aku ingin Anda membuat ramalan untukku,” kata Profesor Umbridge jelas.

Bukan hanya Harry dan Ron sekarang yang mengawasi dan mendengarkan sembunyi-sembunyi dari balik buku mereka. Sebagian besar anak-anak dengan penuh perhatian menatap Profesor Trelawney yang menegakkan diri, kalung manik-manik dan gelang-gelangnya bergemerencing.

”Mata Batin tidak Melihat karena diperintah!” katanya dengan nada tersinggung.

”Begitu,” kata Profesor Umbridge pelan, mencatat lagi di clipboard-nya.

”Saya—tapi—tapi… tunggu!” kata Profesor Trelawney tiba-tiba, berusaha bersuara sayup-sayup seperti biasanya, meskipun kesan mistiknya menjadi rusak karena suaranya bergetar saking marahnya. ”Saya… saya pikir saya melihat sesuatu… sesuatu yang berhubungan dengan Anda… saya merasakan sesuatu… sesuatu yang gelap… malapetaka besar…”

Profesor Trelawney mengacungkan telunjuk gemetar ke arah Profesor Umbridge yang masih terus tersenyum lembut kepadanya, alisnya terangkat.

”Saya rasa… saya rasa Anda dalam bahaya besar!” Profesor Trelawney mengakhiri dengan dramatis.

Hening beberapa saat. Alis Profesor Umbridge masih terangkat.

”Baik,” katanya lembut, menulis di clipboard-nya sekali lagi. ”Nah, kalau itu yang terbaik yang bisa Anda lakukan…”

Dia berbalik, meninggalkan Profesor Trelawney berdiri terpaku di tempatnya, dadanya naik-turun. Harry menatap mata Ron dan tahu bahwa Ron memikirkan hal yang sama dengannya, mereka berdua tahu bahwa Profesor Trelawney peramal palsu, tetapi sebaliknya, mereka sangat membenci Umbridge sehingga mereka berada di pihak Trelawney—sampai dia menghampiri meja mereka beberapa detik kemudian.

”Nah?” katanya, menjentikkan jari-jarinya yang panjang di bawah hidung Harry, tegas tak seperti biasanya. ”Coba kulihat apa isi Buku Harian Mimpi-mu.”

Dan ketika dia sudah menginterpretasikan mimpi-mimpi Harry dengan suara sekeras-kerasnya (semuanya, termasuk mimpinya makan bubur, yang mengarah pada kematian awal yang mengerikan), simpati Harry kepadanya sudah jauh berkurang. Sementara itu, Profesor Umbridge berdiri kurang-lebih satu meter dari mereka, membuat catatan di clipboard-nya, dan ketika bel berbunyi dia menuruni tangga perak paling dulu dan sudah menunggu mereka semua ketika mereka tiba di kelas Pertahanan terhadap Ilmu Hitam sepuluh menit kemudian.

Dia bersenandung dan tersenyum-senyum sendiri ketika mereka masuk ke kelas. Harry dan Ron memberitahu Hermione, yang tadi ikut Arithmancy, mengenai apa yang terjadi di kelas Ramalan sambil mengeluarkan buku Teori Pertahanan Sihir, tetapi sebelum Hermione sempat mengajukan pertanyaan, Profesor Umbridge sudah menyuruh mereka tenang dan kelas langsung sunyi.

”Singkirkan tongkat sihir,” dia memberi instruksi kepada mereka sambil tersenyum, dan mereka yang sudah berharap dan mengeluarkan tongkat sihir, memasukkannya kembali ke dalam tas. ”Karena kita sudah menyelesaikan Bab Satu pelajaran yang lalu, aku ingin kalian membuka halaman sembilan belas hari ini dan memulai ’Bab Dua, Teori Pertahanan Umum dan Derivasinya’. Tak perlu bicara.”

Masih menyunggingkan senyum lebar berpuas diri, dia duduk di kursinya. Anak-anak menghela napas keras ketika, bersamaan, mereka membuka halaman sembilan belas. Harry bertanya dalam hati apakah ada cukup bab di dalam buku untuk mereka baca sampai akhir pelajaran tahun ini, dan baru akan memeriksa daftar isi ketika dia melihat tangan Hermione terangkat lagi.

Profesor Umbridge juga melihatnya, dan lebih-lebih lagi, dia rupanya telah menemukan strategi untuk kejadian semacam itu. Alih-alih berpura-pura tidak melihat Hermione, dia bangkit dan berjalan mengitari bangku-bangku deretan depan, sampai mereka berhadapan muka, kemudian dia membungkuk dan berbisik, sehingga anak-anak lain tidak bisa mendengar, ”Apa lagi kali ini, Miss Granger?”

”Saya sudah membaca Bab Dua,” kata Hermione.

”Nah, kalau begitu, teruskan ke Bab Tiga.”

”Saya juga sudah membacanya. Saya sudah membaca seluruh buku.”

Profesor Umbridge mengerjap tetapi langsung menguasai diri lagi.

”Kalau begitu kau tentunya bisa memberitahuku apa kata Slinkhard tentang kutukan penangkal di Bab Lima Belas.”

”Dia mengatakan bahwa kutukan penangkal bukanlah nama yang tepat,” jawab Hermione cepat. ”Dia mengatakan bahwa ’kutukan penangkal’ hanyalah istilah yang diberikan orang untuk kutukan mereka kalau mereka ingin membuatnya lebih diterima atau lebih pantas.”

Profesor Umbridge mengangkat alis dan Harry tahu dia terkesan, di luar kemauannya.

”Tetapi saya tidak setuju,” Hermione melanjutkan.

Alis Profesor Umbridge naik lebih tinggi dan tatapannya jelas menjadi lebih dingin.

”Kau tidak setuju?”

”Tidak,” kata Hermione yang, tidak seperti Umbridge, tidak berbisik, melainkan berbicara dengan suara nyaring dan keras, menarik perhatian anak-anak lain. ”Mr Slinkhard tidak menyukai kutukan, kan? Tapi menurut saya kutukan bisa sangat berguna jika digunakan untuk mempertahankan diri.”

”Oh, kau berpendapat begitu?” kata Profesor Umbridge, lupa berbisik, sambil menegakkan diri. ”Sayangnya, pendapat Mr Slinkhard-lah, dan bukan pendapatmu, yang berlaku di kelas ini, Miss Granger.”

”Tapi…” Hermione mau memprotes.

”Cukup,” kata Profesor Umbridge. Dia berjalan kembali ke depan kelas dan berdiri di hadapan mereka, semua keriangan yang diperlihatkannya pada awal pelajaran telah lenyap. ”Miss Granger, aku akan mengurangi lima angka dari Asrama Gryffindor.”

”Karena apa?” tanya Harry marah.

”Jangan melibatkan diri!” Hermione berbisik memohon kepadanya.

”Karena mengganggu pelajaranku dengan interupsi yang tak ada gunanya,” kata Profesor Umbridge lancar. ”Aku berada di sini untuk mengajari kalian menggunakan metode yang telah disetujui Kementerian, yang di dalamnya tidak termasuk meminta murid-murid memberikan pendapat tentang hal-hal yang hanya sedikit sekali mereka pahami. Guru-guru kalian yang terdahulu, yang mengajar pelajaran ini, mungkin telah memberi kalian lebih banyak kebebasan, tetapi mengingat tak satu pun dari mereka yang akan lulus inspeksi Kementerian—kecuali mungkin Profesor Quirrell, yang tampaknya membatasi diri pada topik-topik yang sesuai umur kalian…”

”Yeah, Quirrell guru yang hebat,” kata Harry keras, ”hanya ada satu kekurangannya, ditempeli Lord Voldemort di belakang kepalanya.”

Pernyataan ini diikuti salah satu keheningan terkeras yang pernah didengar Harry. Kemudian…

”Kurasa detensi seminggu lagi akan baik bagimu, Mr Potter,” kata Umbridge manis.

Bekas luka di tangan Harry belum sepenuhnya sembuh, dan keesokan harinya bekas luka itu sudah berdarah lagi. Dia tidak mengeluh selama detensi di sore harinya, dia bertekad tidak akan memberi Umbridge kepuasan melihatnya mengeluh. Berkali-kali dia menulis Saya tak boleh berbohong dan tak satu kali pun bibirnya mengeluarkan suara, meskipun lukanya bertambah dalam seiring setiap goresan huruf.

Bagian terburuk dari detensi-seminggu-nya yang kedua adalah, seperti telah diramalkan George, reaksi Angelina. Dia menyudutkannya begitu Harry tiba di meja Gryffindor untuk sarapan pada hari Selasa pagi dan berteriak keras sekali sampai Profesor McGonagall segera mendatangi mereka berdua dari meja guru.

”Miss Johnson, berani-beraninya kau membuat keributan di Aula Besar. Lima angka potong dari Gryffindor.”

”Tapi, Profesor—Harry membuat dirinya didetensi lagi…”

”Ada apa ini, Potter?” hardik Profesor McGonagall tajam, berbalik menghadapi Harry. ”Detensi? Dari siapa?”

”Dari Profesor Umbridge,” gumam Harry, tidak berani menatap mata manik-manik Profesor McGonagall di balik kacamata perseginya.

”Jadi maksudmu,” katanya, menurunkan suaranya sehingga serombongan anak Ravenclaw di belakang mereka tidak bisa mendengar, ”bahwa setelah peringatan yang kuberikan kepadamu hari Senin lalu, kau marah lagi di kelas Profesor Umbridge?”

”Ya,” gumam Harry, berbicara kepada lantai.

”Potter, kau harus belajar menguasai diri! Kau akan mendapat kesulitan besar! Lima angka lagi potong dari Gryffindor!”

”Tapi—apa…? Profesor, jangan!” seru Harry, gusar atas ketidakadilan ini. ”Saya sudah dihukum oleh dia, kenapa Anda masih harus mengurangi angka juga?”

”Karena detensi rupanya tidak berpengaruh apa pun bagimu!” kata Profesor McGonagall. ”Tidak, jangan mengeluh lagi, Potter! Dan kau, Miss Johnson, simpan teriakanmu untuk di lapangan Quidditch lain kali, kalau tidak kau akan kehilangan jabatan kapten tim!”

Profesor McGonagall berjalan kembali ke meja guru. Angelina melempar pandangan sangat jengkel kepada Harry, lalu pergi. Harry mengenyakkan diri di bangku di sebelah Ron, marah sekali.

”Dia mengurangi angka Gryffindor karena tanganku ditoreh setiap malam. Di mana adilnya itu, di mana?”

”Aku tahu, sobat,” kata Ron bersimpati, menaruh daging panggang di piring Harry, ”dia lagi kacau.”

Meskipun demikian, Hermione hanya membalik-balik halaman Daily Prophet-nya dan tidak berkata apa-apa.

”Menurutmu tindakan McGonagall benar, kan?” kata Harry marah ke foto Cornelius Fudge yang menutupi wajah Hermione.

”Aku menyesal dia mengurangi angka darimu, tapi menurutku dia benar memperingatkanmu agar tidak marah pada Umbridge,” kata Hermione, sementara Fudge bergerak-gerak gesit di halaman muka, rupanya sedang berpidato.

Harry tidak berbicara dengan Hermione selama pelajaran Mantra, tetapi ketika mereka memasuki kelas Transfigurasi, dia lupa sedang marah kepadanya. Profesor Umbridge dan clipboard-nya sedang duduk di sudut dan melihatnya membuat ingatan waktu sarapan tadi hilang dari benak Harry.

”Bagus sekali,” bisik Ron, ketika mereka duduk di tempat duduk mereka yang biasa. ”Mari kita lihat apakah Umbridge mendapatkan apa yang layak didapatnya.”

Profesor McGonagall berjalan memasuki ruang kelas tanpa memberi kesan sedikit pun bahwa dia mengetahui kehadiran Profesor Umbridge.

”Cukup,” katanya, dan kelas langsung sunyi. ”Mr Finnigan, tolong ke sini dan bagikan PR ini—Miss Brown, silakan ambil kotak tikus ini—jangan bodoh, Nak, mereka tidak akan melukaimu—dan bagikan satu tikus untuk satu anak…”

”Ehem, ehem,” kata Profesor Umbridge, menggunakan deham kecil konyol yang sama seperti yang digunakannya untuk menginterupsi Dumbledore pada malam pertama tahun ajaran. Profesor McGonagall tidak mengacuhkannya. Seamus menyerahkan kembali esai Harry; Harry mengambilnya tanpa memandang Seamus dan lega melihat dia mendapat nilai ”A”.

”Baik, anak-anak, dengarkan baik-baik—Dean Thomas, kalau kau berbuat begitu lagi kepada tikusmu, kau akan kudetensi—sebagian besar dari kalian sekarang sudah berhasil melenyapkan siput kalian, dan bahkan mereka yang kulit siputnya masih ketinggalan, sudah memahami inti mantranya. Hari ini kita akan…”

”Ehem, ehem,” kata Profesor Umbridge.

”Ya?” kata Profesor McGonagall, berbalik, alisnya begitu berdekatan sehingga tampak seperti membentuk satu garis panjang keras.

”Aku cuma ingin tahu, Profesor, apakah Anda menerima pesanku yang memberitahukan tanggal dan waktu inspek…”

”Tentu saja saya menerimanya, kalau tidak sejak tadi saya sudah bertanya apa yang Anda lakukan di kelas saya,” kata Profesor McGonagall, dengan tegas memunggungi Profesor Umbridge. Banyak anak bertukar pandang senang. ”Seperti yang tadi kukatakan, hari ini kita akan berlatih melenyapkan tikus, yang lebih sulit. Nah, Mantra Pelenyap…”

”Ehem, ehem.”

”Saya ingin tahu,” kata Profesor McGonagall marah sekali, berbalik menghadapi Profesor Umbridge lagi, ”bagaimana Anda mengharap mendapat gambaran metode pengajaran saya yang biasa kalau Anda terus-menerus menyela saya? Harap Anda tahu, saya biasanya tidak mengizinkan orang lain bicara saat saya sedang bicara.”

Profesor Umbridge tampak seakan baru saja ditampar mukanya. Dia tidak berbicara, tetapi meluruskan perkamen di clipboard-nya dan mulai menulis dengan marah.

Tampak sama sekali tak peduli, Profesor McGonagall sekali lagi berbicara kepada murid-muridnya.

”Seperti yang tadi kukatakan, Mantra Pelenyap menjadi lebih sulit sesuai dengan binatang yang akan dilenyapkan. Siput, sebagai hewan invertebrata atau tidak bertulang belakang, tidak memberikan banyak tantangan; tikus, sebagai mamalia, menawarkan tantangan yang jauh lebih besar. Dengan demikian, ini bukan sihir yang bisa kalian laksanakan sementara pikiran kalian memikirkan makan malam. Jadi—kalian sudah tahu mantranya, coba kulihat apa yang bisa kalian lakukan.…”

”Bagaimana dia bisa menguliahiku agar tidak marah kepada Umbridge!” Harry bergumam kepada Ron dengan suara rendah, tetapi dia nyengir, kemarahannya kepada McGonagall sudah menguap.

Profesor Umbridge tidak membuntuti Profesor McGonagall di dalam kelas seperti yang dilakukannya terhadap Profesor Trelawney. Mungkin dia menyadari Profesor McGonagall tidak akan mengizinkannya. Meskipun demikian, dia membuat banyak catatan semetara duduk di sudutnya, dan ketika Profesor McGonagall akhirnya menyuruh mereka berkemas, Profesor Umbridge bangkit dengan wajah cemberut.

”Yah, lumayan,” kata Ron, memegangi ekor tikus yang menggeliat-geliat dan menjatuhkannya ke dalam kotak yang diedarkan Lavender.

Ketika mereka antre untuk keluar kelas, Harry melihat Profesor Umbridge mendekati meja guru; dia menyenggol Ron, yang ganti menyenggol Hermione, dan ketiganya dengan sengaja berada di paling belakang untuk menguping.

”Sudah berapa lama Anda mengajar di Hogwarts?” Profesor Umbridge bertanya.

”Tiga puluh sembilan tahun Desember ini,” jawab Profesor McGonagall ketus, menutup keras tasnya.

Profesor Umbridge mencatat.

”Baiklah,” katanya, ”Anda akan menerima hasil inspeksi Anda sepuluh hari lagi.”

”Saya sudah tak sabar menunggu,” kata Profesor McGonagall dingin dan tak peduli, dan dia berjalan ke arah pintu. ”Ayo cepat, kalian bertiga,” dia menambahkan, menyuruh Harry, Ron, dan Hermione keluar mendahuluinya.

Harry mau tak mau memberi Profesor McGonagall senyum samar dan merasa yakin senyumnya dibalas.

Dia mengira kali berikutnya dia melihat Umbridge adalah ketika menjalani detensinya sore nanti, tetapi dia keliru. Ketika mereka berjalan di lapangan rumput menuju ke Hutan untuk pelajaran Pemeliharaan Satwa Gaib, Profesor Umbridge dengan clipboard-nya sudah menunggu mereka di sebelah Profesor Grubbly-Plank.

”Anda biasanya tidak mengajar kelas ini, betul?” Harry mendengarnya bertanya ketika mereka tiba di meja tempat serombongan Bowtruckle berkeliaran seperti ranting-ranting hidup, mencari serangga makanannya.

”Betul,” jawab Profesor Grubbly-Plank, tangannya di belakang punggung, dan berdiri berjingkat-jingkat. ”Saya guru pengganti, menggantikan Profesor Hagrid.”

Harry bertukar pandang cemas dengan Ron dan Hermione. Malfoy berbisik-bisik dengan Crabbe dan Goyle. Dia pasti senang menggunakan kesempatan ini untuk menjelek-jelekkan Hagrid kepada orang Kementerian.

”Hmmm,” kata Profesor Umbridge, merendahkan suaranya, meskipun Harry masih bisa mendengarnya cukup jelas. ”Aku bertanya dalam hati—aneh, Kepala Sekolah tampaknya segan memberiku informasi tentang masalah ini—bisakah Anda memberitahuku apa yang menyebabkan perpanjangan cuti Profesor Hagrid?”

Harry melihat Malfoy mendongak penuh minat.

”Sayang tidak bisa,” kata Profesor Grubbly-Plank riang. ”Sama tidak tahunya seperti Anda. Menerima surat lewat burung hantu dari Dumbledore, ditanya apakah saya mau mengajar selama beberapa minggu. Saya terima. Hanya itu yang saya tahu. Nah… boleh saya mulai?”

”Ya, silakan,” kata Profesor Umbridge, seraya menulis di clipboard-nya.

Umbridge memakai taktik lain di kelas ini dan berjalan di antara murid-murid, menanyai mereka tentang satwa gaib. Sebagian besar bisa menjawab dengan baik dan semangat Harry sedikit terangkat; paling tidak kelas ini tidak mengecewakan Hagrid.

”Secara keseluruhan,” kata Profesor Umbridge, kembali ke sisi Profesor Grubbly-Plank setelah menginterogasi lama Dean Thomas, ”bagaimana Anda, sebagai guru sementara, bisa dikatakan sebagai orang luar yang objektif, bagaimana menurut Anda sekolah ini? Apakah Anda merasa menerima dukungan cukup dari manajemen sekolah?”

”Oh ya, Dumbledore luar biasa,” kata Profesor Grubbly-Plank sungguh-sungguh. ”Ya, saya senang sekali dengan cara sekolah ini dikelola, sungguh sangat senang.”

Tak percaya tapi tetap sopan, Umbridge membuat catatan kecil di clipboard-nya dan melanjutkan. ”Dan apa rencananya yang akan Anda ajarkan tahun ini—tentu seandainya Profesor Hagrid tidak kembali?”

”Oh, saya akan mengajari mereka makhluk-makhluk yang paling sering keluar dalam OWL,” kata Profesor Grubbly-Plank. ”Tak banyak lagi yang perlu diajarkan—mereka sudah belajar unicorn dan Niffler. Saya pikir kami akan belajar Porlock dan Kneazle, memastikan mereka bisa mengenali Crup dan Knarl, Anda tahu…”

”Wah, setidaknya Anda tampaknya tahu apa yang Anda lakukan,” kata Profesor Umbridge, mencentangi clipboard-nya dengan jelas. Harry tidak menyukai tekanan yang diberikannya pada kata ”Anda”, dan lebih tak suka lagi ketika dia mengajukan pertanyaan berikutnya kepada Goyle. ”Kudengar pernah ada yang luka di kelas ini?”

Goyle memberinya senyum tolol. Malfoy buru-buru menjawab pertanyaan itu.

”Itu saya,” katanya. ”Saya disayat Hippogriff.”

”Hippogriff?” tanya Profesor Umbridge, sekarang menulis penuh semangat.

”Hanya karena dia terlalu bodoh tidak mau mendengarkan saran Hagrid,” kata Harry marah.

Baik Ron maupun Hermione mengeluh. Profesor Umbridge menolehkan kepalanya pelan ke arah Harry.

”Detensi sehari lagi, kurasa,” katanya perlahan. ”Nah, terima kasih banyak, Profesor Grubbly-Plank, kurasa yang kubutuhkan sudah cukup. Anda akan menerima hasil inspeksi Anda dalam waktu sepuluh hari.”

”Baik,” kata Profesor Grubbly-Plank, dan Profesor Umbridge berjalan kembali menyeberangi lapangan, menuju kastil.

Sudah hampir tengah malam ketika Harry meninggalkan kantor Umbridge malam itu. Tangannya sekarang berdarah banyak sekali sampai merembes ke syal yang dibebatkannya. Dia mengira ruang rekreasi sudah kosong ketika dia kembali, tetapi Ron dan Hermione masih menunggunya. Harry senang melihat mereka, terutama karena Hermione bersimpati kepadanya, bukannya mengkritiknya.

”Ini,” katanya cemas, mengulurkan semangkuk kecil cairan kuning ke arahnya, ”rendam tanganmu di situ, itu larutan sari acar tentakel Murtlap, mestinya bisa membantu.”

Harry memasukkan tangannya yang sakit dan berdarah ke dalam mangkuk dan merasakan kelegaan yang menyenangkan. Crookshanks melingkar di sekeliling kakinya, mendengkur keras, kemudian melompat ke pangkuannya dan duduk nyaman di situ.

”Terima kasih,” katanya penuh syukur, seraya menggaruk belakang telinga Crookshanks dengan tangan kirinya.

”Aku masih berpendapat kau harus melaporkan hal ini,” kata Ron dengan suara pelan.

”Tidak,” ujar Harry datar.

”McGonagall akan marah sekali kalau dia tahu…”

”Yeah, mungkin,” kata Harry. ”Dan menurutmu berapa lama waktu yang diperlukan Umbridge untuk memberlakukan dekrit yang isinya siapa yang mengeluhkan Inkuisitor Agung akan langsung dikeluarkan dari sekolah?”

Ron membuka mulut untuk menjawab, tetapi tak ada yang keluar dan, setelah beberapa saat, dia menutupnya lagi, kalah.

”Dia perempuan mengerikan,” kecam Hermione pelan. ”Mengerikan. Kau tahu, aku baru berkata kepada Ron waktu kau masuk… kita harus melakukan sesuatu berkaitan dengan dirinya.”

”Kusarankan racun,” kata Ron muram.

”Tidak… maksudku berkaitan dengan dirinya sebagai guru yang payah, tentang betapa kita sama sekali tidak akan belajar Pertahanan darinya,” kata Hermione.

”Nah, apa yang bisa kita lakukan?” tanya Ron, menguap. ”Sudah terlambat, kan? Dia sudah mendapatkan jabatan itu, dia akan bertahan di sini. Fudge akan memastikan hal itu.”

”Yah,” kata Hermione ragu-ragu. ”Kalian tahu, hari ini aku berpikir…” dia melempar pandang gugup kepada Harry dan kemudian melanjutkan, ”aku berpikir bahwa—mungkin sudah waktunya kita—kita melakukannya sendiri.”

”Apa yang kita lakukan sendiri?” tanya Harry curiga, masih merendam tangannya dalam sari tentakel Murtlap.

”Yah—belajar Pertahanan terhadap Ilmu Hitam sendiri,” kata Hermione.

”Yang benar,” gerutu Ron. ”Kau menginginkan kami melakukan tugas ekstra? Apakah kau sadar Harry dan aku sudah ketinggalan lagi mengerjakan PR dan ini baru minggu kedua?”

”Tapi ini jauh lebih penting daripada PR!” hardik Hermione.

Harry dan Ron terbelalak menatapnya.

”Tadinya kupikir tidak ada hal yang lebih penting di dunia ini daripada mengerjakan PR!” kata Ron.

”Jangan bodoh, tentu saja ada,” kata Hermione, dan Harry melihat, dengan resah, wajah Hermione tiba-tiba bercahaya seperti yang selalu terjadi jika dia membicarakan SPEW. ”Ini soal mempersiapkan diri kita, seperti yang dikatakan Harry dalam pelajaran pertama Umbridge, untuk menghadapi apa yang menunggu kita di luar sana. Ini tentang memastikan kita benar-benar bisa mempertahankan diri. Jika kita tidak belajar apa-apa selama setahun penuh…”

”Tak banyak yang bisa kita lakukan sendiri,” kata Ron dengan suara kalah. ”Maksudku, oke, kita bisa membaca tentang kutukan di perpustakaan lalu melatihnya, kurasa…”

”Tidak, aku setuju, kita sudah melampaui tingkat di mana kita hanya belajar dari buku,” kata Hermione. ”Kita perlu guru, guru yang benar, yang bisa menunjukkan kepada kita bagaimana cara menggunakan mantra-mantra dan mengoreksi jika kita keliru.”

”Kalau yang kaubicarakan Lupin…” Harry memulai.

”Bukan, bukan, bukan Lupin,” sergah Hermione. ”Dia terlalu sibuk dengan Orde, lagi pula paling-paling kita hanya bisa ketemu dia waktu akhir pekan Hogsmeade dan itu tidak cukup.”

”Siapa, kalau begitu?”

Hermione menghela napas berat.

”Bukankah sudah jelas?” katanya. ”Aku bicara tentang kau, Harry.”

Sejenak hening. Angin sepoi membuat kaca jendela di belakang Ron berderak dan api nyaris padam.

”Tentang aku?” tanya Harry.

”Aku bicara tentang kau mengajar kami Pertahanan terhadap Ilmu Hitam.”

Harry terbelalak menatapnya. Kemudian dia menoleh kepada Ron, siap bertukar pandang putus asa yang kadang-kadang mereka lakukan kalau Hermione menguraikan rencana-rencana yang tidak masuk akal seperti SPEW. Namun Harry jadi takut, karena Ron tidak tampak putus asa.

Dia agak mengernyit, rupanya sedang berpikir. Kemudian dia berkata, ”Boleh juga idenya.”

”Ide apa?” tanya Harry.

”Kau,” kata Ron, ”mengajar kami Pertahanan.”

”Tapi…”

Harry nyengir sekarang, yakin mereka berdua cuma menggodanya.

”Tapi aku bukan guru, aku tak bisa…”

”Harry, kau yang terbaik dalam kelas Pertahanan terhadap Ilmu Hitam,” kata Hermione.

”Aku?” kata Harry, kini nyengir semakin lebar. ”Tidak, bukan aku, kau mengalahkanku dalam semua ujian…”

”Sebetulnya tidak,” kata Hermione tenang. ”Kau mengalahkanku waktu kita kelas tiga—sekali-kalinya kita berdua ujian dan punya guru yang benar-benar menguasai subjeknya. Tapi aku tidak bicara tentang nilai ujian, Harry. Pikirkan apa yang telah kaulakukan!”

”Apa maksudmu?”

”Tahu tidak, aku tak yakin aku mau anak yang begini bodoh mengajarku,” Ron berkata kepada Hermione, menyeringai kecil. Dia berpaling pada Harry.

”Coba kupikirkan,” katanya, mengernyitkan wajahnya seperti Goyle yang sedang berkonsentrasi. ”Uh… tahun pertama—kau menyelamatkan Batu Bertuah dari Kau-Tahu-Siapa.”

”Tapi itu cuma keberuntungan,” kata Harry, ”itu bukan keterampilan…”

”Tahun kedua,” Ron menyela, ”kau membunuh Basilisk dan membinasakan Riddle.”

”Yeah, tapi kalau Fawkes tidak muncul, aku…” ”Tahun ketiga,” potong Ron lagi, semakin keras, ”kau melawan kira-kira seratus Dementor sekaligus…”

”Kau tahu itu kebetulan yang menguntungkan, kalau Pembalik-Waktu tidak…”

”Tahun lalu,” kata Ron, hampir berteriak sekarang, ”kau melawan Kau-Tahu-Siapa lagi…”

”Dengarkan aku!” kata Harry, nyaris marah, karena Ron dan Hermione sekarang tersenyum-senyum. ”Dengarkan aku dulu, oke? Kedengarannya hebat kalau kau mengatakannya seperti itu, tapi semua itu karena keberuntungan—separo-waktu aku tak tahu apa yang kulakukan. Aku tidak merencanakannya, aku hanya melakukan apa yang bisa kupikirkan, dan aku hampir selalu mendapat bantuan…”

Ron dan Hermione masih tersenyum dan Harry merasa kemarahannya memuncak; dia bahkan tak tahu kenapa dia merasa begitu marah.

”Jangan duduk nyengir-nyengir begitu, seakan kalian tahu lebih baik daripadaku. Aku yang di sana, kan?” hardiknya panas. ”Aku tahu apa yang terjadi, oke? Dan aku selamat melewati semua itu bukan karena aku hebat dalam Pertahanan terhadap Ilmu Hitam. Aku selamat melewati semua itu karena—karena bantuan tiba pada waktu yang tepat, atau karena terkaanku benar—tapi aku membuat kesalahan-kesalahan, aku sama sekali tak mengerti apa yang kulakukan—BERHENTI TERTAWA!”

Mangkuk sari Murtlap terjatuh ke lantai dan pecah. Harry jadi sadar bahwa dia berdiri, meskipun dia tak ingat sejak kapan. Crookshanks melesat ke bawah sofa. Senyum Ron dan Hermione telah lenyap.

”Kalian tak tahu bagaimana rasanya! Kalian—tak satu pun dari kalian—pernah harus menghadapinya, kan? Kalian mengira ini hanya soal menghafalkan mantra-mantra dan melontarkannya, seperti kalau di kelas atau apa? Sepanjang waktu kalian tahu tak ada batas lagi antara kalian dan kematian kecuali—kecuali otak kalian sendiri, atau nyali, atau entah apa. Memangnya kalian bisa berpikir jernih kalau kalian tahu senano detik lagi kalian akan dibunuh, atau disiksa, atau melihat teman kalian meninggal—mereka tak pernah mengajarkan hal itu di kelas, bagaimana menghadapi hal-hal seperti itu—dan kalian berdua duduk di situ, bersikap seakan aku anak pintar yang bisa berdiri di sini, hidup, sedangkan Diggory anak bodoh, tindakannya keliru—kalian tidak mengerti, dengan mudah itu bisa terjadi padaku, aku yang akan mati seandainya Voldemort tidak membutuhkan diriku…”

”Kami tidak berkata seperti itu, sobat,” kata Ron, tampak kaget sekali. ”Kami tidak menyalahkan Diggory, kami tidak—kau keliru…”

Ron memandang Hermione tak berdaya. Wajah Hermione ngeri.

”Harry,” katanya takut-takut, ”tidakkah kaulihat? Justru itulah kami membutuhkanmu… kami perlu tahu s-seperti apa rasanya menghadapi—menghadapi V-Voldemort.”

Ini pertama kalinya dia menyebutkan nama Voldemort, dan inilah—lebih dari segalanya—yang menenangkan Harry. Masih bernapas cepat, dia terenyak kembali di kursinya, dan baru sadar bahwa kepalanya berdenyut-denyut menyakitkan lagi. Dia menyesal telah memecahkan mangkuk sari Murtlap.

”Nah… pikirkanlah,” kata Hermione pelan. ”Tolong?”

Harry tak bisa memikirkan apa lagi yang akan dikatakan. Dia malah merasa malu telah meledak marah. Dia mengangguk, nyaris tak sadar apa yang disepakatinya.

Hermione bangkit.

”Nah, aku mau tidur,” katanya, dengan suara yang diusahakannya sewajar mungkin. ”Ehm… selamat tidur.”

Ron juga bangkit.

”Ikut?” katanya canggung kepada Harry.

”Yeah,” kata Harry. ”Se—sebentar lagi. Kubereskan ini dulu.”

Dia menunjuk mangkuk yang pecah di lantai. Ron mengangguk dan pergi.

”Reparo,” Harry bergumam, mengarahkan tongkat sihirnya ke pecahan porselen. Pecahan-pecahan itu terbang kembali menyatu, seperti mangkuk baru, tetapi sari Murtlap-nya tidak kembali ke dalamnya.

Harry tiba-tiba sangat letih sehingga tergoda untuk mengenyakkan diri kembali ke kursi berlengannya dan tidur di sana. Tetapi dia memaksa diri bangkit dan mengikuti Ron naik ke atas. Tidurnya yang gelisah sekali lagi diganggu mimpi-mimpi koridor panjang dan pintu-pintu terkunci dan dia terbangun esok harinya dengan bekas lukanya sakit lagi.