27

image

KEMBALINYA PADFOOT*

SALAH satu hal terbaik yang terjadi setelah pelaksanaan tugas kedua adalah bahwa semua orang sangat ingin tahu secara rinci apa yang terjadi di dasar danau. Ini berarti sekali ini Ron bisa menjadi pusat perhatian bersama Harry. Harry memperhatikan bahwa rangkaian kejadian versi Ron berubah sedikit demi sedikit pada setiap kali penceritaan. Mula-mula dia kelihatannya menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi. Paling tidak ceritanya cocok dengan cerita Hermione—Dumbledore menyihir semua sandera tertidur lelap di kantor Profesor McGonagall, setelah sebelumnya meyakinkan mereka bahwa mereka akan cukup aman, dan akan terbangun kembali jika mereka sudah berada di atas air lagi. Tetapi seminggu kemudian, Ron menceritakan kisah penculikan seru. Dalam penculikan itu dia berjuang seorang diri melawan lima puluh duyung bersenjata lengkap yang harus memukulinya sampai pingsan sebelum bisa mengikatnya.

”Tetapi tongkatku kusembunyikan di dalam lengan jubahku,” dia meyakinkan Padma Patil, yang tampaknya jauh lebih menyukai Ron setelah Ron mendapat begitu banyak perhatian, dan memastikan mengajaknya bicara setiap kali mereka berpapasan di koridor. ”Aku sebetulnya bisa menangkap duyung-duyung idiot itu kapan saja aku mau.”

”Bagaimana caranya? Ngorok di depan mereka?” komentar Hermione menyengat. Belakangan ini anak-anak meledeknya habis sebagai yang paling membuat Viktor Krum kehilangan, sehingga dia gampang marah.

Telinga Ron menjadi merah, dan sesudah itu dia kembali ke versi dirinya disihir tidur.

Memasuki bulan Maret udara menjadi lebih kering, tetapi angin jahat menguliti tangan dan wajah mereka setiap kali mereka keluar ke halaman. Terjadi keterlambatan pos karena burung-burung hantu berkali-kali diterbangkan angin sehingga arahnya melenceng. Burung hantu cokelat, yang dikirim Harry ke Sirius membawa tanggal kunjungan akhir pekan ke Hogsmeade, muncul waktu sarapan Jumat pagi dengan separo bulu-bulunya mencuat ke arah terbalik. Baru saja Harry melepas jawaban Sirius, si burung hantu sudah terbang kabur. Jelas dia ketakutan akan disuruh ke luar lagi.

Surat Sirius hampir sama pendeknya dengan sebelumnya.

Siap di undakan di ujung jalan Hogsmeade (selewat Dervish and Banges) Sabtu, pukul dua siang. Bawa makanan sebanyak kau bisa.

”Dia kembali ke Hogsmeade?” kata Ron menyangsikan.

”Rupanya begitu, kan?” kata Hermione.

”Aku tak percaya,” kata Harry tegang, ”kalau dia tertangkap…”

”Sudah berhasil sejauh ini, kan?” kata Ron. ”Lagi pula sudah tak ada Dementor berkeliaran.”

Harry melipat suratnya, berpikir. Jika mau jujur, dia sebetulnya ingin sekali bertemu Sirius lagi. Karena itu dia berangkat ke pelajaran terakhir sore itu—dua jam pelajaran Ramuan—dengan perasaan jauh lebih riang daripada biasanya jika menuruni tangga ke ruang bawah tanah.

Malfoy, Crabbe, dan Goyle berdiri berkerumun bersama geng cewek Slytherin Pansy Parkinson. Semuanya memandang sesuatu yang tak bisa dilihat Harry dan mengikik geli. Wajah Pansy yang seperti anjing pug memandang bersemangat dari balik punggung lebar Goyle ketika Harry, Ron, dan Hermione mendekat.

”Itu mereka, itu mereka!” katanya terkikik, dan kerumunan anak-anak Slytherin menyebar. Harry melihat bahwa Pansy memegang majalah—Witch Weekly—Mingguan Penyihir. Foto yang bergerak-gerak pada sampulnya menunjukkan penyihir perempuan berambut keriting yang tertawa memamerkan giginya yang besar-besar dan menunjuk bolu spons dengan tongkat sihirnya.

”Kau mungkin akan menemukan sesuatu yang menarik untukmu di dalam sini, Granger!” kata Pansy keras-keras dan dia melempar majalahnya ke Hermione, yang menangkapnya dengan tercengang. Saat itu pintu kelas bawah tanah terbuka dan Snape memberi isyarat agar mereka semua masuk.

Hermione, Harry, dan Ron menuju ke meja di belakang seperti biasanya. Begitu Snape memunggungi mereka untuk menuliskan bahan-bahan ramuan hari ini di papan tulis, Hermione buru-buru membalik-balik majalah di bawah mejanya. Akhirnya, persis di tengah majalah, Hermione menemukan apa yang mereka cari. Harry dan Ron membungkuk mendekat. Foto berwarna Harry terpampang di atas artikel pendek berjudul:

Rahasia Derita Cinta Harry Potter

Anak luar biasa, mungkin—tetapi juga anak yang mengalami kepedihan ABG yang biasa, Rita Skeeter menulis. Kehilangan cinta sejak kematian tragis kedua orangtuanya, Harry Potter yang berusia empat belas tahun mengira telah menemukan pelipur lara dalam diri teman kencannya di Hogwarts, gadis kelahiran-Muggle Hermione Granger. Dia sama sekali tak menyadari bahwa hidupnya yang sudah sarat penderitaan tak lama lagi akan menerima deraan emosi yang lain.

Miss Granger, anak yang tidak cantik tetapi ambisius, rupanya pemuja penyihir terkenal dan kegemarannya ini tak bisa dipuaskan oleh Harry seorang diri. Sejak kedatangan Viktor Krum, Seeker Bulgaria dan pahlawan Piala Dunia Quidditch yang lalu, di Hogwarts, Miss Granger mempermainkan perasaan kedua pemuda cilik ini. Krum, yang terang-terangan terpesona oleh Miss Granger yang licik, telah mengundangnya untuk mengunjunginya di Bulgaria selama liburan musim panas mendatang, dan berkeras bahwa dia ”belum pernah merasa begini terhadap gadis lain.”

Meskipun demikian, mungkin bukan daya tarik alami Miss Granger yang meragukan yang telah menarik perhatian kedua pemuda yang malang ini.

”Dia benar-benar jelek,” kata Pansy Parkinson, gadis kelas empat yang cantik dan periang, ”tetapi dia pasti bisa membuat Ramuan Cinta, dia cukup pintar. Kurasa itulah yang dilakukannya untuk memikat keduanya.”

Ramuan Cinta tentu saja dilarang di Hogwarts, dan tak diragukan lagi Dumbledore akan menyelidiki pernyataan ini. Sementara itu, para penggemar Harry Potter harus berharap bahwa, kali berikutnya, dia memberikan hatinya kepada calon yang lebih layak.

”Aku kan sudah bilang!” Ron mendesis kepada Hermione, sementara Hermione keheranan memandang artikel itu. ”Aku sudah bilang jangan bikin marah Rita Skeeter! Dia telah membuatmu menjadi semacam—semacam perempuan nakal!”

Hermione tak lagi tampak tercengang dan mendengus tertawa. ”Perempuan nakal?” dia mengulang, berguncang menahan geli ketika menoleh menatap Ron.

”Begitu Mum menyebut mereka,” gumam Ron, telinganya menjadi merah.

”Kalau ini yang terbaik yang bisa dilakukan Rita, dia kehilangan sentuhannya,” kata Hermione, masih terkikik, ketika dia melempar Witch Weekly ke kursi kosong di sebelahnya. ”Benar-benar onggokan sampah.”

Dia menoleh ke anak-anak Slytherin, yang semuanya memandang tajam dia dan Harry dari seberang ruangan untuk melihat kalau-kalau mereka terpukul oleh artikel itu. Hermione melempar senyum sinis dan melambai, lalu bersama Harry dan Ron, dia mulai membuka bungkus bahan-bahan yang akan mereka perlukan untuk Ramuan Penajam Otak.

”Tapi ada yang aneh,” celetuk Hermione sepuluh menit kemudian, memegangi alat penumbuknya di atas semangkuk scarab, sejenis kumbang yang dianggap keramat pada zaman Mesir kuno. ”Bagaimana Rita Skeeter bisa tahu…?

”Tahu apa?” sambar Ron. ”Kau tidak membuat Ramuan Cinta, kan?”

”Jangan ngaco!” bentak Hermione, mulai menumbuk kumbangnya lagi. ”Tidak, hanya saja… bagaimana dia tahu bahwa Viktor mengundangku mengunjunginya liburan musim panas nanti?”

Wajah Hermione merona merah saat mengatakan ini dan dengan sengaja dia menghindari tatapan Ron.

”Apa?” tanya Ron, penumbuknya terjatuh dengan bunyi duk keras.

”Dia memintaku setelah menarikku keluar dari danau,” gumam Hermione. ”Setelah menyingkirkan kepala hiunya. Madam Pomfrey memberi kami berdua selimut, dan kemudian dia menarikku menjauh dari para juri supaya mereka tidak dengar, dan dia berkata, kalau aku tidak punya acara lain di musim panas, maukah aku…”

”Dan kau bilang apa?” tanya Ron, yang sudah memungut alunya dan menggilaskannya ke meja, kira-kira lima belas senti dari mangkuknya, karena dia memandang Hermione.

”Dan dia memang bilang dia belum pernah merasa begini terhadap orang lain,” Hermione meneruskan, wajahnya merah padam sampai Harry nyaris bisa merasakan panas yang menguar darinya. ”Tetapi bagaimana Rita Skeeter bisa mendengarnya? Dia tak ada di sana… atau dia di sana? Mungkin dia punya Jubah Gaib. Mungkin dia menyelinap ke halaman sekolah untuk menonton tugas kedua…”

”Dan kau bilang apa?” Ron mengulang, menumbukkan alunya begitu keras sampai mejanya ber-lekuk.

”Wah, aku terlalu sibuk melihat apakah kau dan Harry tidak apa-apa, sehing…”

”Meskipun kehidupan sosialmu jelas sangat menarik, Miss Granger,” terdengar suara sedingin es di belakang mereka, ”aku terpaksa memintamu untuk tidak mendiskusikannya di kelas. Potong sepuluh angka dari Gryffindor.”

Snape telah mendatangi meja mereka sementara mereka mengobrol. Seluruh kelas sekarang menoleh memandang mereka. Malfoy mengambil kesempatan ini untuk menyorotkan POTTER BAU kepada Harry.

”Ah… membaca majalah di bawah meja juga?” Snape menambahkan, menyambar Witch Weekly. ”Potong sepuluh angka lagi dari Gryffindor… oh, pantas saja…” Mata hitam Snape berkilat ketika melihat artikel Rita Skeeter. ”Potter harus melengkapi klipingnya…”

Tawa anak-anak Slytherin menggema di kelas bawah tanah, dan senyum sangar menghiasi bibir tipis Snape. Harry berang sekali ketika Snape mulai membaca artikel itu keras-keras.

’Rahasia Derita Cinta Harry Potter’… wah, wah, Potter, siapa yang membuatmu menderita sekarang? ’Anak luar biasa, mungkin…’

Harry bisa merasakan wajahnya membara. Snape berhenti pada setiap akhir kalimat untuk memberi kesempatan anak-anak Slytherin tertawa puas. Artikel itu kedengarannya sepuluh kali lebih parah saat dibaca Snape.

’… Para penggemar Harry Potter harus berharap bahwa, kali berikutnya, dia memberikan hatinya kepada calon yang lebih layak.’ Sungguh mengharukan,” cemooh Snape, menggulung majalah itu sementara anak-anak Slytherin terbahak-bahak. ”Yah, kurasa sebaiknya aku memisahkan kalian bertiga, agar kalian bisa berkonsentrasi pada ramuan kalian dan bukannya sibuk memikirkan kehidupan cinta kalian yang ruwet. Weasley, kau tetap di sini. Miss Granger, ke sana, di sebelah Miss Parkinson. Potter—meja di depan mejaku. Pindah. Sekarang.”

Dengan berang Harry melemparkan bahan ramuan dan tasnya ke dalam kualinya dan menyeretnya ke meja kosong di depan. Snape mengikutinya, duduk di belakang mejanya, dan mengawasi Harry mengosongkan kualinya. Bertekad tidak mau memandang Snape, Harry meneruskan menumbuk scarab-nya, membayangkan masing-masing kumbang berwajah Snape.

”Semua perhatian media ini rupanya menggelembungkan kepalamu yang sudah kelewat besar, Potter,” kata Snape pelan, begitu anak-anak lain sudah tenang lagi.

Harry tidak menjawab. Dia tahu Snape sedang berusaha memanas-manasinya. Snape sudah pernah melakukan ini sebelumnya. Tak diragukan lagi dia berharap mendapat alasan untuk memotong lima puluh angka dari Gryffindor sebelum pelajaran usai.

”Mungkin kau beranggapan bahwa seluruh dunia sihir terkesan padamu,” Snape meneruskan, pelan sekali sehingga orang lain tak ada yang bisa mendengarnya (Harry terus saja menumbuk kumbangnya, meskipun sudah jadi bubuk halus), ”tetapi aku tak peduli berapa kali fotomu muncul di koran. Bagiku, Potter, kau tak lebih dari anak menyebalkan yang menganggap peraturan tak layak untukmu.”

Harry menuang bubuk kumbang ke dalam kualinya dan mulai mengiris akar jahenya. Tangannya agak gemetar saking marahnya, tetapi dia tetap menunduk, seakan tidak mendengar apa yang dikatakan Snape kepadanya.

”Jadi, sudah kuperingatkan kau, Potter,” Snape meneruskan dalam suara yang lebih lembut dan lebih berbahaya, ”selebriti kecil atau bukan—kalau kutangkap kau memasuki kantorku sekali lagi…”

”Saya tidak pernah ke dekat-dekat kantor Anda!” kata Harry marah, lupa kalau dia sedang pura-pura tuli.

”Jangan bohong kepadaku,” Snape mendesis, mata hitamnya yang dalam menatap tajam mata Harry. ”Kulit Boomslang. Gillyweed. Keduanya berasal dari simpanan pribadiku, dan aku tahu siapa yang mencurinya.”

Harry balas memandang Snape, bertekad tidak akan mengejap ataupun tampak bersalah. Dia memang tidak mencuri kedua benda itu dari Snape. Hermione mengambil Boomslang—selongsong kulit ular pohon saat dia ganti kulit—sewaktu mereka kelas dua. Mereka memerlukannya untuk Ramuan Polijus, dan walaupun Snape sudah mencurigai Harry waktu itu, dia tak pernah berhasil membuktikannya. Dan yang mencuri Gillyweed tentu saja Dobby.

”Saya tak tahu apa yang Anda bicarakan,” Harry berbohong dingin.

”Kau tidak di tempat tidur pada malam kantorku dimasuki orang!” Snape mendesis. ”Aku tahu, Potter! Mad-Eye Moody boleh saja jadi anggota fan club-mu, tetapi aku tak akan mentoleransi tingkah lakumu! Sekali lagi memasuki kantorku di malam hari, kau akan membayar!”

”Baik,” Harry menimpali dingin, kembali mengiris akar jahenya. ”Akan saya ingat jika timbul dorongan untuk ke sana.”

Mata Snape berkilat. Tangannya merogoh ke balik jubah hitamnya. Sekejap Harry mengira Snape akan mencabut tongkat sihir dan mengutuknya—kemudian dilihatnya Snape mengeluarkan botol kristal kecil berisi cairan bening. Harry memandangnya.

”Kau tahu apa ini, Potter?” tanya Snape, matanya berkilat berbahaya lagi.

”Tidak,” kata Harry, jujur sepenuhnya kali ini.

”Ini Veritaserum—Ramuan Kebenaran yang sangat kuat sehingga tiga tetes saja cukup untuk membocorkan rahasiamu yang paling dalam untuk didengar seluruh kelas,” kata Snape kejam. ”Penggunaan ramuan ini dikontrol oleh pedoman dari Kementerian yang sangat ketat. Tetapi kalau kau tidak berhati-hati, tanganku bisa saja tergelincir”—dia mengguncang pelan botol kristal itu—”di atas jus labumu waktu makan malam. Dan kemudian, Potter… kemudian kita akan tahu apakah kau pernah ke kantorku atau tidak.”

Harry diam saja. Dia memungut pisaunya dan mulai mengiris akar jahenya lagi. Dia sama sekali tak suka Ramuan Kebenaran itu. Dan dia percaya Snape bisa saja melaksanakan ancamannya. Dia menekan keinginan bergidik ketika memikirkan apa yang bisa keluar dari mulutnya jika Snape meneteskan ramuan itu ke dalam minumannya… Lepas dari membuat banyak orang mendapat kesulitan—Hermione dan Dobby di antaranya—ada banyak hal lain yang disembunyikannya… seperti bahwa dia berhubungan dengan Sirius—dan organ-organ tubuhnya menggeliat memikirkan ini—bagaimana perasaannya terhadap Cho… Dia menuang akar jahenya ke dalam kuali juga, dan membatin apakah sebaiknya dia mengikuti jejak Moody dan mulai minum dari tempat minumnya sendiri.

Terdengar ketukan di pintu kelas.

”Masuk,” kata Snape dengan suaranya yang biasa.

Anak-anak menoleh ketika pintu terbuka. Profesor Karkaroff masuk. Semua memandangnya ketika dia mendekati meja Snape. Dia mengelus jenggot kambingnya dan tampak gelisah.

”Kita perlu bicara,” kata Karkaroff begitu tiba di meja Snape. Rupanya dia bertekad orang lain tak boleh mendengar apa yang dikatakannya, sehingga nyaris tak membuka bibirnya. Jadinya dia seperti ventriloquist—ahli bicara perut—yang parah. Harry memandang akar jahenya, mendengarkan dengan cermat.

”Aku akan bicara denganmu setelah pelajaran ini, Karkaroff,” Snape bergumam, tetapi Karkaroff menyelanya.

”Aku mau bicara sekarang, selagi kau tak bisa menghindar, Severus. Selama ini kau menghindariku.”

”Sesudah pelajaran,” tukas Snape galak.

Berpura-pura mengangkat cangkir pengukur untuk memeriksa apakah dia sudah menuang cukup empedu armadillo, Harry melirik keduanya. Karkaroff tampak cemas sekali, dan Snape tampak marah.

Karkaroff mondar-mandir di belakang meja Snape selama sisa jam pelajaran. Dia tampaknya bertekad mencegah Snape kabur pada akhir pelajaran. Ingin mendengar apa yang mau dikatakan Karkaroff, Harry sengaja menjatuhkan botol empedu armadillo-nya dua menit sebelum bel berdering, sehingga dia punya alasan untuk berjongkok di belakang kualinya semen-tara teman-temannya bergerak bising ke pintu.

”Apa yang begitu penting?” didengarnya Snape mendesis kepada Karkaroff.

”Ini,” kata Karkaroff, dan Harry, mengintip dari balik kuali, melihat Karkaroff menarik ke atas lengan kiri jubahnya dan menunjukkan sesuatu pada sebelah dalam lengannya kepada Snape.

”Nah?” kata Karkaroff, masih berusaha keras tidak menggerakkan bibirnya. ”Kaulihat? Tidak pernah sejelas ini, tak pernah sejak…”

”Tutup lagi!” gertak Snape, mata hitamnya menyapu kelas.

”Tapi kau pasti sudah melihatnya…” Karkaroff berkata dengan suara cemas.

”Kita bicara nanti, Karkaroff!” bentak Snape. ”Potter! Sedang apa kau?”

”Membersihkan empedu armadillo saya, Profesor,” kata Harry dalam nada tak bersalah, seraya berdiri dan menunjukkan lap basah yang dipegangnya kepada Snape.

Karkaroff berbalik dan berjalan keluar kelas. Dia tampak cemas sekaligus marah. Tak ingin tinggal sendirian dengan Snape yang sedang marah besar, Harry melempar buku-buku dan bahan ramuannya ke dalam tas dan cepat-cepat pergi untuk memberitahu Ron dan Hermione apa yang baru saja disaksikannya.

Mereka meninggalkan kastil esok siangnya. Matahari yang lemah keperakan menyinari bumi. Cuaca lebih hangat daripada sebelumnya, dan saat tiba di Hogsmeade, ketiganya sudah melepas mantel dan menyam-pirkannya di bahu. Makanan yang dipesan Sirius ada di dalam tas Harry. Mereka telah mencuri selusin paha ayam, sebantal roti, dan setermos jus labu kuning dari meja makan.

Mereka ke Gladrags Wizardwear—Toko Pakaian-Pesta Penyihir—membelikan hadiah untuk Dobby. Di sana mereka senang sekali memilih kaus kaki paling norak yang bisa ditemukan, termasuk sepasang yang bermotif bintang-bintang emas dan perak yang berkelap-kelip, dan sepasang lainnya yang menjerit keras kalau sudah terlalu bau. Kemudian, pukul setengah dua, mereka berjalan ke High Street, melewati Dervish and Banges, dan menuju tepi desa.

Harry belum pernah ke arah ini. Jalan setapak yang berputar-putar membawa mereka ke daerah pedalaman liar di luar Hogsmeade. Pondok-pondok semakin jarang di sini, dan halamannya lebih luas. Mereka berjalan ke kaki gunung yang bayangannya menaungi Hogsmeade. Kemudian mereka membelok di sudut dan melihat undakan di ujung jalan setapak. Seekor anjing besar berbulu panjang, membawa beberapa koran di moncongnya, dengan kaki depannya di jeruji paling atas, sudah menunggu mereka. Anjing ini rasanya sudah mereka kenal…

”Halo, Sirius,” sapa Harry, ketika mereka telah tiba di depannya.

Anjing hitam itu mengendus tas Harry dengan bergairah, menggoyang ekornya sekali, kemudian berbalik dan menjauh dari mereka, menyeberangi petak tanah penuh semak yang meninggi menyatu dengan kaki gunung. Harry, Ron, dan Hermione memanjat undakan dan mengikutinya.

Sirius membawa mereka ke kaki gunung, yang tanahnya dipenuhi batu-batu besar dan karang. Mudah sekali baginya melintasi tempat ini karena dia berkaki empat, tetapi Harry, Ron, dan Hermione segera saja kehabisan napas. Mereka mengikuti Sirius memanjat lebih tinggi, ke gunung itu sendiri. Selama hampir setengah jam mereka mendaki jalan setapak yang curam, berbelok-belok, dan berbatu, mengikuti ekor Sirius yang bergoyang, mandi keringat di bawah sinar matahari. Tali tas Harry terasa mengiris bahunya.

Kemudian, akhirnya, Sirius menyelinap dan lenyap, dan ketika mereka tiba di tempatnya menghilang, mereka melihat celah sempit di karang. Mereka menyelusup dengan susah payah dan tiba di gua yang sejuk berpenerangan remang-remang. Di ujung gua, salah satu ujung talinya melingkar di batu karang, ter-tambat Buckbeak si Hippogriff. Separo kuda abu-abu, separo elang raksasa, mata jingga Buckbeak yang galak menyala melihat mereka. Ketiganya membungkuk rendah di depannya. Setelah memandang angkuh mereka sejenak, Buckbeak menekuk lutut kaki depannya yang bersisik dan mengizinkan Hermione mendekat dan membelai lehernya yang berbulu. Tetapi Harry memandang si anjing hitam, yang baru saja berubah menjadi walinya.

Sirius memakai jubah abu-abu compang-camping—jubah yang sama yang dipakainya ketika meninggalkan Azkaban. Rambut hitamnya lebih panjang daripada ketika dia muncul di perapian, dan berantakan serta kusut lagi. Dia sangat kurus.

”Ayam!” katanya serak setelah menyingkirkan Daily Prophet lama dari mulutnya dan melemparnya ke lantai gua.

Harry membuka tasnya dan menyerahkan bungkusan paha ayam dan roti.

”Terima kasih,” kata Sirius, membukanya, menyambar sepotong paha ayam, duduk di lantai gua, dan merobek sepotong besar dengan giginya. ”Selama ini aku kebanyakan makan tikus. Tak bisa mencuri terlalu banyak makanan dari Hogsmeade. Akan menarik perhatian.”

Dia nyengir kepada Harry, tetapi Harry membalasnya dengan berat hati.

”Apa yang kaulakukan di sini, Sirius?” tanyanya.

”Melakukan tugasku sebagai wali,” kata Sirius, menggerogoti tulang ayam seperti anjing. ”Jangan cemas, aku berpura-pura jadi anjing menyenangkan yang tersesat.”

Sirius masih nyengir, tetapi melihat kecemasan di wajah Harry, dia berkata lebih serius, ”Aku ingin berada di tempat kejadian. Suratmu yang terakhir… kita katakan saja keadaan menjadi lebih mencurigakan. Selama ini aku mencuri koran setiap kali ada yang membuangnya, dan kelihatannya aku bukan satu-satunya yang khawatir.”

Dia mengangguk ke Daily Prophet yang sudah menguning di lantai gua. Ron memungutnya dan membukanya.

Tetapi Harry tetap terus memandang Sirius. ”Bagaimana kalau mereka menangkapmu? Bagaimana kalau kau terlihat?”

”Hanya kalian bertiga dan Dumbledore-lah yang tahu aku Animagus—penyihir yang bisa berubah menjadi binatang,” kata Sirius, mengangkat bahu, dan meneruskan melahap paha ayam.

Ron menyodok Harry dan menyerahkan Daily Prophet kepadanya. Ada dua. Berita utama pada yang satu, Penyakit Misterius Bartemius Crouch, yang satunya lagi, Karyawati Kementerian Sihir Masih Hilang—Menteri Sihir Sekarang Terlibat.

Harry membaca sekilas berita tentang Crouch: tidak muncul di depan umum sejak November… rumahnya tampaknya kosong… St Mungo, Rumah Sakit untuk Penyakit dan Luka-luka Sihir, menolak berkomentar… Menteri menolak mengkonfirmasi desas-desus sakit parah…

”Mereka memberi kesan seakan dia sudah akan meninggal,” kata Harry perlahan. ”Tetapi tak mungkin dia separah itu kalau masih bisa ke sini…”

”Kakakku asisten pribadi Crouch,” Ron memberitahu Sirius. ”Menurut dia, Crouch sakit karena kebanyakan bekerja.”

”Dia memang kelihatan sakit ketika terakhir kali aku melihatnya dari dekat,” kata Harry pelan, masih membaca artikel. ”Pada malam namaku keluar dari Piala…”

”Rasakan akibatnya kalau memecat Winky,” kata Hermione dingin. Dia membelai-belai Buckbeak, yang mengerkah tulang-tulang ayam Sirius. ”Pasti dia menyesal sekarang—pasti dia merasakan repotnya setelah Winky tak ada untuk mengurusnya.”

”Hermione ini terobsesi peri-rumah,” Ron bergumam kepada Sirius, memandang sebal Hermione.

Tetapi Sirius tampak tertarik. ”Crouch memecat peri-rumahnya?”

”Yeah, waktu Piala Dunia Quidditch,” kata Harry, dan dia pun bercerita tentang munculnya Tanda Kegelapan dan Winky yang ditemukan sedang memegang tongkat sihir Harry, dan kemarahan Mr Crouch.

Seusai Harry bercerita, Sirius berdiri lagi dan mulai berjalan mondar-mandir di gua. ”Coba kucek lagi,” katanya setelah beberapa saat, seraya mengacungkan paha ayam baru. ”Kalian mula-mula melihat peri ini di Boks Utama. Dia menyediakan tempat untuk Crouch, betul?”

”Betul,” kata Harry, Ron, dan Hermione bersamaan.

”Tetapi Crouch tidak muncul untuk menonton?”

”Ya,” kata Harry. ”Kalau tak salah dia bilang dia terlalu sibuk.”

Sirius mengelilingi gua dalam diam. Kemudian dia berkata, ”Harry, apakah kau memeriksa tongkatmu masih ada di kantong setelah meninggalkan Boks Utama?”

”Erm…” Harry berpikir keras. ”Tidak,” katanya akhirnya. ”Aku tidak perlu menggunakannya sebelum kami tiba di hutan. Saat itu baru aku memasukkan tangan ke kantong, dan yang ada di sana tinggal Omniocular-ku.” Dia menatap Sirius. ”Apakah maksudmu, siapa pun yang menyihir Tanda itu mencuri tongkatku di Boks Utama?”

”Mungkin,” kata Sirius.

”Winky tidak mencuri tongkat itu!” Hermione berkeras.

”Peri itu bukan satu-satunya yang ada di boks,” kata Sirius, dahinya berkerut sementara dia terus berjalan hilir-mudik. ”Siapa lagi yang duduk di belakangmu?”

”Banyak,” kata Harry. ”Beberapa menteri Bulgaria… Cornelius Fudge… keluarga Malfoy…”

”Keluarga Malfoy!” mendadak Ron berteriak, keras sekali sampai suaranya bergaung di dalam gua dan Buckbeak mengangkat kepalanya dengan gelisah. ”Berani taruhan pasti Lucius Malfoy!”

”Ada lagi?” tanya Sirius.

”Tidak,” kata Harry.

”Ada, Ludo Bagman,” Hermione mengingatkannya.

”Oh yeah…”

”Aku tak tahu apa-apa tentang Bagman kecuali bahwa dia dulunya Beater untuk Wimbourne Wasps,” kata Sirius, masih mondar-mandir. ”Seperti apa dia?”

”Dia oke,” kata Harry. ”Dia terus-menerus menawariku bantuan dalam menghadapi tugas-tugas Turnamen Triwizard.”

”Oh ya?” kata Sirius, mengernyit lebih dalam. ”Kenapa begitu?”

”Katanya dia suka padaku,” kata Harry.

”Hmmm,” kata Sirius, berpikir-pikir.

”Kami melihatnya di hutan tepat sebelum Tanda Kegelapan muncul,” Hermione memberitahu Sirius. ”Ingat?” katanya kepada Harry dan Ron.

”Yeah, tapi dia tidak tinggal lama di hutan, kan?” kata Ron. ”Begitu kita beritahu dia tentang kerusuhan, dia langsung ke perkemahan.”

”Bagaimana kau tahu?” Hermione menyambar. ”Bagaimana kau tahu dia ber-Disapparate ke mana?”

”Yang benar saja,” kata Ron tak percaya. ”Apa menurutmu Ludo Bagman yang menyihir Tanda Kegelapan itu?”

”Lebih mungkin dia daripada Winky,” kata Hermione keras kepala.

”Sudah kubilang,” kata Ron, memandang Sirius penuh arti, ”dia terobsesi per…”

Tetapi Sirius mengangkat tangan menyuruh Ron diam.

”Ketika Tanda Kegelapan sudah muncul, dan si peri sudah ditemukan memegang tongkat Harry, apa yang dilakukan Crouch?”

”Mencari di semak-semak,” kata Harry, ”tetapi tak ada orang lain di sana.”

”Tentu saja,” gumam Sirius, hilir-mudik, ”tentu saja dia ingin menimpakan tuduhan pada orang lain asal jangan perinya… dan kemudian dia memecatnya?”

”Ya,” kata Hermione panas, ”dia memecatnya, hanya karena Winky tidak tinggal di kemahnya dan membiarkan dirinya terinjak-injak…”

”Hermione, berhenti dulu membela peri kenapa sih!” kata Ron.

Tetapi Sirius menggelengkan kepala dan berkata, ”Dia menilai Crouch lebih baik daripada kau, Ron. Kalau kau ingin tahu sifat orang, perhatikan bagaimana dia memperlakukan orang yang kedudukannya lebih rendah darinya, jangan yang sederajat dengannya.”

Tangan Sirius menyapu wajahnya yang tak bercukur, jelas dia sedang berpikir keras. ”Absennya Barty Crouch ini… dia bersusah payah memastikan peri-rumahnya menyediakan tempat untuknya dalam Piala Dunia Quidditch, tetapi tidak muncul untuk menonton. Dia bekerja keras untuk penyelenggaraan Turnamen Triwizard, dan kemudian juga tak datang lagi ke turnamen… Itu tidak seperti Crouch. Kalau dia pernah tidak masuk sehari saja karena sakit sebelum ini, aku akan makan Buckbeak.”

”Kau kenal Crouch, kalau begitu?” kata Harry.

Wajah Sirius menjadi gelap. Dia mendadak tampak mengerikan seperti pada malam ketika Harry pertama kali bertemu dia, pada malam Harry masih mengira Sirius adalah pembunuh.

”Oh, aku kenal Crouch, tentu,” katanya pelan. ”Dialah yang memerintahkan agar aku dikirim ke Azkaban—tanpa diadili.”

”Apa?” seru Ron dan Hermione bersamaan.

”Kau main-main!” kata Harry.

”Tidak,” kata Sirius, menggigit ayam lagi. ”Crouch dulu Kepala Departemen Pelaksanaan Hukum Sihir, tak tahukah kalian?”

Harry, Ron, dan Hermione menggeleng.

”Dia dikabarkan akan menjadi Menteri Sihir yang berikutnya,” kata Sirius. ”Dia penyihir besar, Barty Crouch, sangat hebat—dan haus kekuasaan. Oh, tak pernah jadi pendukung Voldemort,” katanya, membaca ekspresi wajah Harry. ”Tidak, Barty Crouch selalu terang-terangan menentang pihak Sihir Hitam. Tetapi banyak orang yang menentang Sihir Hitam… ah, kalian tidak akan mengerti… kalian terlalu muda…”

”Itulah yang dikatakan ayahku di Piala Dunia,” kata Ron, agak jengkel. ”Coba dulu dong.”

Senyum menghiasi wajah kurus Sirius.

”Baiklah, akan kucoba…” Dia berjalan ke ujung gua, kembali lagi, kemudian berkata, ”Bayangkan Voldemort berkuasa sekarang. Kalian tidak tahu siapa pendukungnya kan, kalian tidak tahu siapa yang bekerja untuknya dan siapa yang tidak. Kalian tahu dia bisa mengontrol orang-orang untuk melakukan hal-hal mengerikan tanpa bisa mereka tolak. Kalian takut untuk diri kalian sendiri, untuk keluarga dan teman-teman kalian. Setiap minggu ada berita lebih banyak kematian, lebih banyak orang hilang, lebih banyak siksaan… Kementerian Sihir kacau-balau, mereka tak tahu apa yang harus dilakukan, mereka berusaha menyembunyikan segalanya dari para Muggle, tetapi sementara itu Muggle-muggle juga banyak yang meninggal. Teror di mana-mana… panik… kebingungan… begitulah keadaannya waktu itu.

”Nah, keadaan seperti itu menampilkan yang terbaik pada beberapa orang dan yang terburuk pada orang lain. Prinsip Crouch mungkin baik pada awalnya—aku tak tahu. Kariernya menanjak cepat di Kementerian, dan dia mulai memerintahkan tindakan keras terhadap pendukung Voldemort. Para Auror diberi kekuasaan baru—kekuasaan untuk membunuh, tak hanya menangkap, misalnya. Dan aku bukan satu-satunya yang diserahkan langsung kepada para Dementor tanpa diadili. Crouch melawan kekerasan dengan kekerasan, dan mensahkan penggunaan Kutukan Tak Termaafkan kepada mereka yang dicurigai. Bisa kukatakan dia menjadi sama lalim dan kejamnya dengan banyak orang dari pihak Hitam. Dia juga punya pendukung—banyak yang menganggap tindakannya benar, dan banyak penyihir yang menuntut agar dia mengambil alih jabatan Menteri Sihir. Ketika Voldemort menghilang, kelihatannya tinggal soal waktu saja sebelum Crouch mendapatkan kedudukan top ini. Tetapi kemudian sesuatu yang kurang menguntungkan terjadi…” Sirius tersenyum suram. ”Anak laki-laki Crouch sendiri tertangkap bersama serombongan Pelahap Maut yang berhasil lolos dari Azkaban. Rupanya mereka berusaha menemukan Voldemort dan membuatnya kembali berkuasa.”

Anak Crouch tertangkap?” tanya Hermione kaget.

”Yep,” kata Sirius, melempar tulang ayamnya kepada Buckbeak, lalu mengenyakkan diri ke tanah ke sebelah bantalan roti, dan merobeknya menjadi dua. ”Kejutan tak menyenangkan bagi Barty, kubayangkan. Seharusnya dia melewatkan lebih banyak waktu di rumah dengan keluarganya, kan? Harusnya meninggalkan kantor lebih awal kadang-kadang… agar bisa mengenal anaknya.”

Sirius mulai mengunyah potongan besar roti.

Apakah anaknya Pelahap Maut?” tanya Harry.

”Entahlah,” kata Sirius, masih melahap roti. ”Aku sendiri di Azkaban ketika anak itu dimasukkan ke sana. Anak itu jelas tertangkap bersama orang-orang yang aku berani taruhan pasti Pelahap Maut—tetapi mungkin saja dia berada di tempat yang salah pada waktu yang salah, sama seperti si peri-rumah.”

”Apakah Crouch berusaha membela dan membebaskan anaknya?” bisik Hermione.

Sirius mengeluarkan tawa yang lebih mirip gonggongan. ”Crouch membebaskan anaknya? Kupikir kau tahu sifatnya, Hermione! Apa saja yang bisa menodai reputasinya harus dilenyapkan. Dia telah mengabdikan hidupnya untuk menjadi Menteri Sihir. Kau telah melihatnya memecat peri-rumah yang setia karena peri itu membuatnya tampak punya hubungan dengan Tanda Kegelapan—tidakkah itu memberitahumu orang seperti apa dia? Kasih sayang kebapakan Crouch melentur hanya sejauh memberi pengadilan pada anaknya, dan sebetulnya, itu tak lebih daripada alasan bagi Crouch untuk memperlihatkan betapa dia membenci anak itu… kemudian dia langsung mengirimnya ke Azkaban.”

”Dia menyerahkan anaknya sendiri kepada Dementor?” Harry bertanya pelan.

”Betul,” kata Sirius, yang sekarang sama sekali tak tampak tersenyum. ”Aku melihat para Dementor membawanya masuk, mengawasi mereka dari balik jeruji pintu selku. Dia tak mungkin lebih dari sembilan belas tahun. Mereka membawanya ke sel dekat selku. Dia berteriak-teriak memanggil ibunya pada malam hari. Tetapi setelah beberapa hari dia diam… mereka semua jadi diam pada akhirnya… kecuali pada saat menjerit-jerit dalam tidur mereka….”

Sekejap, kekosongan dalam mata Sirius tampak lebih kentara daripada biasanya, seakan ada tirai yang menutup di baliknya.

”Jadi, dia masih di Azkaban?” tanya Harry.

”Tidak,” jawab Sirius muram. ”Tidak, dia tak lagi di sana. Dia meninggal kira-kira setahun setelah dimasukkan ke sana.”

”Dia mati?”

”Dia bukan satu-satunya yang mati,” kata Sirius getir. ”Sebagian besar menjadi gila, dan banyak yang akhirnya berhenti makan pada akhirnya. Mereka kehilangan kemauan hidup. Kau selalu bisa melihat datangnya kematian, karena para Dementor bisa merasakannya, mereka menjadi bergairah. Anak itu sudah tampak sakit waktu dia tiba. Sebagai anggota Kementerian yang penting, Crouch dan istrinya diizinkan mengunjungi anak mereka menjelang kematiannya. Itulah terakhir kalinya aku melihat Barty Crouch, setengah memapah istrinya melewati selku. Rupanya tak lama setelah itu istrinya juga meninggal. Saking sedihnya. Merana, seperti anaknya. Crouch tak pernah datang mengambil jenazah anaknya. Para Dementor menguburnya di luar benteng. Aku melihatnya.”

Sirius melempar roti yang baru saja diangkatnya ke mulut, dan sebagai gantinya mengangkat botol jus labu lalu meminumnya sampai habis.

”Jadi si Crouch kehilangan segalanya, tepat pada saat dia mengira dia telah berhasil,” dia meneruskan, menyeka mulut dengan punggung tangannya. ”Sesaat pahlawan, siap menjadi Menteri Sihir… berikutnya, anaknya meninggal, istrinya meninggal, nama keluarganya tercemar, dan, yang kudengar sejak aku kabur, popularitasnya merosot hebat. Setelah anaknya meninggal, orang-orang mulai merasa kasihan kepada anak itu dan mulai bertanya-tanya bagaimana anak menyenangkan dari keluarga baik-baik bisa tersesat begitu jauh. Kesimpulannya adalah bahwa ayahnya tak pernah memedulikannya. Maka Cornelius Fudge mendapatkan kedudukan tertinggi, dan Crouch disingkirkan ke Departemen Kerjasama Sihir Internasional.”

Sunyi lama. Harry memikirkan bagaimana mata Crouch mendelik ketika dia menunduk memandang peri-rumahnya yang tidak patuh, di hutan sewaktu Piala Dunia Quidditch. Pantas Crouch bereaksi begitu keras kepada Winky yang ditemukan di bawah Tanda Kegelapan. Pasti keadaan itu telah mengingatkannya kembali akan anaknya, dan skandal lama, dan bagaimana dia menjadi tak disukai di Kementerian.

”Moody bilang Crouch terobsesi menangkap penyihir-penyihir Hitam,” Harry memberitahu Sirius.

”Yeah, kudengar itu sudah jadi semacam mania baginya,” kata Sirius, mengangguk. ”Kalau kautanya pendapatku, dia masih mengira dia bisa mengembalikan popularitasnya dengan menangkap satu Pelahap Maut lagi.”

”Dan dia menyelundup ke sini untuk menggeledah kantor Snape!” ujar Ron penuh kemenangan, memandang Hermione.

”Ya, dan itu tak masuk akal sama sekali,” kata Sirius.

”Yeah, masuk akal saja!” kata Ron bersemangat, tetapi Sirius menggelengkan kepala.

”Dengar, kalau Crouch ingin menyelidiki Snape, kenapa dia tidak datang untuk menjadi juri dalam turnamen? Itu akan jadi alasan ideal baginya untuk secara teratur mengunjungi Hogwarts dan mengawasi Snape.”

”Jadi menurutmu Snape mungkin merencanakan sesuatu, kalau begitu?” tanya Harry, tetapi Hermione menyela.

”Dengar, aku tak peduli apa katamu, Dumbledore mempercayai Snape…”

”Oh, sudahlah, Hermione,” tukas Ron tak sabar. ”Aku tahu Dumbledore brilian dan hebat, tapi itu tak berarti penyihir Hitam yang benar-benar cerdik tak bisa mengecohnya…”

”Kenapa Snape menyelamatkan Harry waktu kelas satu, kalau begitu? Kenapa tidak dibiarkannya saja Harry mati?”

”Entahlah—mungkin dia mengira Dumbledore akan mengeluarkannya…”

”Bagaimana menurutmu, Sirius?” tanya Harry keras, dan Ron dan Hermione berhenti bertengkar untuk mendengarkan.

”Menurutku keduanya ada benarnya,” kata Sirius, menatap Ron dan Hermione sambil berpikir. ”Sejak aku tahu Snape mengajar di sini, aku sudah bertanya-tanya, kenapa Dumbledore mempekerjakannya. Snape dari dulu tertarik pada Ilmu Hitam, di sekolah dia terkenal karena ini. Anak licik dan penjilat, dengan rambut licin berminyak,” Sirius menambahkan, dan Harry dan Ron bertukar senyum. ”Waktu baru datang, Snape sudah tahu lebih banyak kutukan daripada separo murid kelas tujuh, dan dia anggota geng Slytherin yang hampir semuanya ternyata Pelahap Maut.”

Sirius mengangkat tangan dan mulai menghitung dengan jarinya.

”Rosier dan Wilkes—mereka berdua dibunuh oleh Auror setahun sebelum Voldemort jatuh. Suami-istri Lestranges—mereka di Azkaban. Avery—menurut yang kudengar dia berhasil keluar dari kesulitan dengan mengatakan dia bertindak di bawah pengaruh Kutukan Imperius—dia masih berkeliaran. Tetapi sejauh yang kuketahui, Snape bahkan tak pernah dituduh sebagai Pelahap Maut—tetapi itu tak banyak berarti. Banyak di antara mereka yang tak pernah tertangkap. Dan Snape jelas pintar dan cukup licik untuk menghindar dari kesulitan.”

”Snape kenal baik Karkaroff, tetapi dia ingin menutupi itu,” kata Ron.

”Yeah, coba kalau kaulihat wajah Snape ketika Karkaroff muncul di pelajaran Ramuan kemarin!” kata Harry buru-buru. ”Karkaroff ingin bicara dengan Snape, dia bilang Snape selama ini menghindarinya. Karkaroff betul-betul tampak cemas. Dia menunjukkan sesuatu di lengannya pada Snape, tetapi aku tak bisa melihat apa itu.”

”Dia menunjukkan sesuatu di lengannya pada Snape?” tanya Sirius, tampak benar-benar keheranan. Tanpa sadar tangannya menyisir rambutnya yang kotor, kemudian dia mengangkat bahu lagi. ”Wah, aku tak tahu apa artinya itu… tetapi kalau Karkaroff benar-benar khawatir, dan dia menemui Snape untuk mencari pemecahannya…”

Sirius menatap dinding gua, kemudian menyeringai frustrasi.

”Masih ada fakta bahwa Dumbledore mempercayai Snape, dan aku tahu Dumbledore mempercayai orang-orang yang tak dipercayai banyak orang lainnya, tetapi kurasa dia tak akan membiarkan Snape mengajar di Hogwarts kalau Snape pernah bekerja untuk Voldemort.”

”Kalau begitu kenapa Moody dan Crouch begitu ingin menggeledah kantor Snape?” kata Ron berkeras.

”Yah,” kata Sirius lambat-lambat, ”aku tak akan heran kalau Mad-Eye menggeledah kantor semua guru ketika dia tiba di Hogwarts. Dia serius sekali soal Pertahanan terhadap Ilmu Hitam-nya. Menurutku, dia tidak mempercayai siapa pun, dan setelah hal-hal yang pernah dilihatnya, itu tidak mengherankan. Tetapi aku tahu pasti, Moody tak pernah membunuh, kalau bisa. Selalu menawan orang hidup-hidup, kalau mungkin. Dia keras, tetapi tak pernah jatuh ke taraf Pelahap Maut. Tetapi Crouch… lain soalnya… apakah dia benar-benar sakit? Kalau memang sakit, kenapa dia bersusah payah mendatangi kantor Snape? Dan kalau dia tidak sakit… apa yang sedang direncanakannya? Apa yang dilakukannya waktu Piala Dunia yang begitu penting sehingga dia tidak muncul di Boks Utama? Apa yang dilakukannya pada waktu seharusnya dia menjadi juri turnamen?”

Sirius diam, masih memandang dinding gua. Buckbeak mencari-cari di lantai gua yang berbatu, kalau-kalau masih ada tulang yang ketinggalan. Akhirnya, Sirius memandang Ron.

”Katamu kakakmu asisten pribadi Crouch? Bisakah kau menanyainya apakah belakangan ini dia melihat Crouch?”

”Bisa kucoba,” kata Ron sangsi. ”Sebaiknya aku hati-hati, jangan sampai kedengarannya aku mencurigai Crouch. Percy menyayanginya.”

”Dan kau bisa sekalian mencari tahu apakah mereka sudah mendapat petunjuk tentang Bertha Jorkins,” kata Sirius, menunjuk koran Daily Prophet yang satunya.

”Kata Bagman belum,” kata Harry.

”Ya, dia bilang begitu dalam artikel itu,” kata Sirius, mengangguk ke arah koran. ”Mengoceh tentang parahnya ingatan Bertha. Yah, mungkin Bertha sudah berubah sejak aku mengenalnya, tetapi Bertha yang kukenal sama sekali tidak pelupa—sebaliknya malah. Dia agak bodoh, tetapi ingatannya luar biasa sekali untuk bergosip. Sehingga sering membuatnya mendapat banyak kesulitan. Dia tak tahu kapan harus menutup mulutnya. Bisa kubayangkan dia membuat repot Kementerian Sihir… mungkin itulah sebabnya Bagman tidak buru-buru mencarinya…”

Sirius menarik napas dalam dan menggosok matanya yang berlingkaran hitam.

”Pukul berapa sekarang?”

Harry melihat arlojinya, kemudian ingat arlojinya mati sejak terendam satu jam di danau.

”Setengah empat,” kata Hermione.

”Sebaiknya kalian kembali ke sekolah,” kata Sirius, bangkit berdiri. ”Sekarang dengarkan…” Dia menatap tajam Harry. ”Aku tak ingin kalian diam-diam meninggalkan sekolah untuk menjengukku, oke? Kirim kabar saja kepadaku di sini. Aku masih ingin mendengar apa saja yang ganjil. Tetapi kalian tidak boleh meninggalkan Hogwarts tanpa izin. Itu akan jadi kesempatan ideal untuk menyerangmu.”

”Tak ada yang mencoba menyerangku sejauh ini, kecuali naga dan dua Grindylow,” kata Harry.

Tetapi Sirius menatapnya galak. ”Aku tak peduli… aku akan bernapas lega lagi kalau turnamen ini sudah selesai, dan itu baru Juni nanti. Dan jangan lupa, ka-lau kalian membicarakan diriku, panggil aku Snuffles, oke?”

Dia menyerahkan serbet dan termos kosong kepada Harry, dan mengelus Buckbeak sebagai ucapan selamat tinggal. ”Aku akan menemani kalian sampai ke tepi desa,” kata Sirius, ”siapa tahu aku bisa mencuri koran lagi.”

Sirius bertransformasi menjadi anjing besar hitam sebelum mereka meninggalkan gua, dan mereka menuruni sisi gunung bersamanya, menyeberangi lapangan yang ditebari bebatuan, dan kembali ke undakan. Di sini dia mengizinkan mereka bergantian membelai kepalanya, sebelum membelok dan berlari mengitari tepi desa. Harry, Ron, dan Hermione kembali ke Hogsmeade dan dari situ pulang ke Hogwarts.

”Kira-kira Percy tahu tidak riwayat Crouch tadi ya?” kata Ron ketika mereka berada di jalan setapak menuju kastil. ”Tetapi mungkin dia tidak peduli… malah jangan-jangan itu akan membuatnya semakin mengagumi Crouch. Yeah, Percy senang peraturan. Dia akan mengatakan Crouch menolak melanggar peraturan untuk anaknya sendiri.”

”Percy tak akan menyerahkan anggota keluarganya kepada Dementor,” kata Hermione tegas.

”Belum tentu,” kata Ron. ”Kalau menurutnya kami menghalangi kariernya… soalnya Percy kelewat ambisius…”

Mereka menaiki undakan dan masuk ke Aula Depan. Aroma kelezatan makan malam menguar menyambut mereka dari dalam Aula Besar.

”Kasihan sekali si Snuffles,” kata Ron, menghirup udara dalam-dalam. ”Dia pasti benar-benar menya-yangimu, Harry… Bayangkan, terpaksa makan tikus.”

________________

* Julukan bagi Sirius Black
Baca kisah selengkapnya dalam Harry Potter #3: Harry Potter dan Tawanan Azkaban